Demokrasi Suburkan Korupsi, Islam Kaffah Punya Solusi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Memang selayaknya penuntasan korupsi tidak hanya dilakukan oleh KPK, melainkan perlu peran negara serta masyarakat dalam membangun kesadaran, keprihatinan, serta pemahaman terhadap generasi yang antikorupsi. Namun, di sisi lain, banyaknya pelaku korupsi justru memperlihatkan bahwa negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Seperti mencuatnya kasus korupsi EDC di Bank BRI senilai 2,1 triliun yang menyusul sejumlah kasus korupsi dengan proses hukum yang masih belum tuntas dan penuh dengan drama.

Ironisnya, kasus-kasus ini muncul di tengah upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Padahal, jelas-jelas ini berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas layanan negara atas hak dasar rakyat dan pendanaan untuk sektor strategis, semisal penonaktifan PBI, pengurangan tukin guru, dana bansos, dana riset, militer, dll.

Kita tahu bahwa kebijakan saat ini menjunjung tinggi demokrasi, seakan sistemnya merupakan aturan yang terbaik. Akan tetapi, sayangnya demokrasi yang dibanggakan justru menyuburkan korupsi dan menjadi alat bagi para koruptor untuk terus bermain kotor.

Wajar jika ini terjadi karena hakikatnya demokrasi meletakkan kedaulatan pada tangan manusia, padahal sifat manusia terbatas. Makin mereka berkuasa, semakin menampakkan sifat aslinya, yaitu sekadar untuk melahirkan kebijakan berdasarkan hawa nafsunya.

Wajar jika demokrasi didukung oleh kapitalisme yang menuhankan materi dan berhubungan dengan para oligarki. Sebab, pemegang kebijakannya adalah orang-orang yang rakus terhadap kekuasaan. Mereka butuh modal untuk melaju di pilkada, sedangkan para oligarki butuh regulasi agar dapat memuluskan usahanya.

Dalam masalah ini, demokrasi memberi ruang bagi pemain untuk curang, apalagi sanksinya tidak membuat efek jera bagi si pelaku. Meski ada lembaga antirasuah yang terus bergerilya menangkap para tikus berdasi, pembasmi korupsi cuma sebatas gertakan kosong belaka.

Namun, sebaik apa pun masyarakat jika negaranya masih menerapkan sistem yang melanggengkan perilaku haram tersebut, tetap saja tidak mampu membendung korupsi. Walaupun masyarakat awalnya membenci korupsi, bisa saja terpengaruh dan berubah menjadi koruptor juga, apabila masih sama-sama di dalam sistem yang rusak ini.

Solusi satu-satunya untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya hanyalah sistem Islam (Khilafah). Khalifah (pemimpin) akan menyusun UU yang selaras dengan pandangan Islam, serta ada sanksi yang tegas dari negara terhadap individu yang melakukan korupsi. Dalam Islam, pelaku korupsi akan dihukum sesuai syariat Islam. Hukuman tersebut berfungsi sebagai penebus dosa, membuat efek jera bagi si pelaku, dan mencegah bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Karena itu, hanya Islam satu-satunya solusi untuk menuntaskan kemaksiatan dan kejahatan, termasuk korupsi. Wallahu’alam bishawab.

 

Oleh: Helmi Susanti

Sahabat Tinta Media

Views: 24

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA