Tinta Media – Satu bulan berlalu sejak kapal Madleen yang membawa bantuan logistik dan obat-obatan tidak dapat sampai ke Gaza disebabkan karena Zionis Israel menghentikan kapal tersebut. Para Zionis menahan kapal beserta para aktivis yang berada di dalamnya. Kabar bahwa Angkatan Laut Israel mencegat dan menyita kapal kemanusiaan Madleen yang membawa bantuan yang sangat dibutuhkan ke Gaza dan menariknya ke pelabuhan Ashdod yang diduduki Israel dilaporkan Al Mayadeen (www.tempo.co, 10/06/2025).
Permasalahan itu membuat mata dunia tertuju ke sana. Dengan sekuat kemampuan, masyarakat dunia melaksanakan aksi global march to Gaza untuk membantu segenap kemampuan mereka dengan membawa logistik dan obat-obatan. Banyak masyarakat di seluruh dunia bergabung untuk mengikuti aksi tersebut. Namun, ketika sampai di Mesir mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Gaza karena terhalang tentara Mesir yang menghalangi mereka di perbatasan Mesir dan Gaza.
Hati nurani pun tak dapat diketuk walaupun tentara Mesir tersebut juga kaum muslimin, tetapi mereka lebih memikirkan pekerjaan daripada membantu aktivis-aktivis untuk sampai ke Gaza. Para aktivis memohon dan menangis agar perbatasan Mesir ke Gaza dibuka untuk membantu rakyat Gaza yang kelaparan dan kesakitan. Kesedihan makin terasa dengan melihat permohonan seorang perawat lelaki nonmuslim kepada para tentara Mesir dengan suara yang lirih dan tersedu-sedu meminta agar membolehkan mereka masuk ke Gaza untuk membantu rakyat Palestina, tetapi tetap ditolak.
Inilah buah dari sistem kapitalis sekulerisme. Negara disekat-sekat atas nama nasionalisme sehingga bangsa yang satu tidak dapat membantu saudara di negara lain yang sedang kesusahan. Yang bisa membantu harusnya PBB. Namun, PBB pun tak bisa diharapkan karena mereka berteman dengan Zionis Israel.
Bagaimana bisa kita mempercayai PBB dalam menangani saudara kita di Palestina yang sejatinya teman Zionis Israel? Sejatinya, peperangan dilawan dengan perang, bukan dengan perundingan. Hasilnya, perundingan dan kesepakatan tidak pernah dijalankan oleh Israel. Mereka selalu melanggar kesepakatan-kesepakatan yang telah dirundingkan.
PBB yang merubah polisi dunia dan perdamaian tidak berpihak ke Gaza. PBB terang-terangan melindungi Israel dan mempersekusi rakyat Palestina. Nasionalisme yang menyekat negeri-negeri kaum muslimin membuat masyarakat tidak mempunyai hati nurani kepada saudara muslimnya yang digenosida di Gaza karena berbeda negara.
Di dalam Islam, wilayah kaum muslimin menyatu tanpa sekat seperti pada saat Khalifah Umar bin Khattab hingga kekhilafahan Turki Ustmani berakhir tahun 1924 Masehi, maka berakhirlah wilayah kaum muslimin sebesar 2/3 dunia.
Pada saat Islam tegak, maka Palestina ditaklukkan pada abad ke-7 oleh Khalifah Umar bin Kattab. Namun, pada abad ke-11 M, kekuatan ‘penakluk’ lain dari Eropa memasuki daerah itu dan merampas tanah beradab Palestina dengan tindakan biadab dan kejam. Para agresor ini adalah Tentara Salib. Mereka melakukan pembantaian yang sadis. Kaum muslimin dan kafir dzimmi dibasmi dengan pedang tanpa ampun.
Kejahatan tentara Salib diakui oleh salah satu anggota tentara Salib, yaitu Raymond dari Aguiles. Dalam waktu dua hari, tentara Salib menghabisi secara keji 40 ribu umat Islam. Perdamaian dan ketertiban di Palestina yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.
Namun, akhirnya Shalahuddin Al Ayyubi berhasil menyatukan seluruh kekuatan Islam untuk mengalahkan tentara Salib. Shalahudin berhasil mengalahkan tentara Salib dalam pertempuran Hattin. Baitul Maqdis berhasil dikuasai kembali di pertengahan Rajab 583 H, bertepatan dengan 20 September 1187 M sampai 1924 M ketika berakhir kekhilafahan Turki Utsmani.
Maka dari itu, solusi yang hakiki agar Palestina terbebas dari Genosida Zionis Israel adalah meninggalkan sekat-sekat nasionalisme dan melaksanakan perintah Allah dengan jihad fi Sabilillah.
Jihad bisa diterapkan secara sempurna ketika daulah Islam tegak dalam naungan Khilafah. Sesuai dengan firman Allah didalam surat Al-Baqarah ayat 190 yang artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan sampai melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Ketika global march to Gaza dari seluruh dunia ingin membantu palestina, maka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal karena sejatinya kita disekat-sekat oleh nasionalisme sehingga pertolongan kepada Palestina bisa dikatakan tidak membuahkan hasil. Sejatinya, persatuan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Khilafahlah yang akan menyatukan seluruh umat dalam satu komando sehingga Palestina bisa terbebas dari penjajahan dan genosida. Wallahu a’lam.
Oleh: Harnita Sari lubis,
Aktivis Dakwah
Views: 27