Jalan Rusak, Tanggung Jawab Siapa?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Aksi protes masyarakat Banjar Carik Padang, Desa Nyambu,
Kecamatan Kediri, Tabanan dengan menanam pohon pisang di tengah jalan yang
rusak menjadi viral di media sosial. Kepala Bidang Cipta Dinas Pekerjaan Umum
Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kabupaten Tabanan I
Gede Partana menyatakan “Kami tidak bisa ambil proses perbaikan, karena
statusnya jalan desa, bukan Jalan Kabupaten. Sehingga anggaran APBD untuk
perbaikan jalan tak bisa masuk ke situ,” Selasa (18/6/2024).

Persoalan jalan yang rusak, lambatnya perbaikan dari
penguasa menunjukkan bahwa negara ini telah abai dalam menjaga keselamatan
rakyat. Masih belum bisa terpenuhi sarana transportasinya termasuk jalan yang
aman dan nyaman. Padahal sarana dan prasarana transportasi berupa infrastruktur
jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Transportasi
termasuk jalan adalah wasilah berlangsungnya aktivitas ekonomi, distribusi
barang dan jasa, aktivitas sosial masyarakat dari satu tempat ke tempat yang
lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat kapan pun dan dimana pun
mereka berada.

Persoalan jalan baik jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten maupun jalan desa seharusnya menjadi tanggungjawab penguasa. Maka
pengadaannya, pemeliharaannya menjadi tanggungjawabnya juga. Pengadaannya pun
tak sekadar asal membuat tetapi juga memastikan jalan yang dibangun adalah yang
aman dan tidak membahayakan pengguna. Demikian pula dengan pemeliharaannya,
maka jika ada yang rusak sudah seharusnya segera diperbaiki.

Fakta lain menunjukkan bahwa pembangunan sarana transportasi
termasuk diantaranya adalah jalan, akan lebih diprioritaskan untuk daerah atau
kawasan yang menjadi sentra ekonomi. Sementara daerah terpencil atau kurang
produktif harus bersabar dengan kondisi fisik yang ada. Walhasil pemerataan
pelayanan tidak akan tercapai dengan model pembangunan kapitalistik yang
demikian.

Hal ini terjadi karena sistem yang ada hari ini menerapkan
sistem kapitalistik yang penguasa hanya menjadi regulator dan fasilitator saja
termasuk dalam penyediaan sistem transportasi. Pemerintah dalam hal ini
menggandeng pihak swasta baik lokal maupun asing untuk memenuhi kebutuhan
transportasi rakyat, alasannya karena minimnya modal, semua tergantung
kepentingan dan hitung-hitungan pihak swasta. Tak heran saat jalan rusak,
penguasa tidak segera memperbaikinya hingga akhirnya menelan korban.

Kondisi ini jauh dari sistem Islam, Khilafah adalah sistem
pemerintahan Islam yang memosisikan seorang Khalifah sebagai penggembala atau
pengurus urusan rakyatnya. Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Baginda Nabi
Muhammad SAW “Penguasa adalah ra’in atau penggembala dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR Imam Bukhari).

Maka penguasa di dalam Islam akan melakukan riayah atau
pengaturan terkait semua urusan rakyat termasuk kebutuhan transportasi untuk
mobilitas rakyat. Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik
berikut infrastruktur jalan yang aman dan memadai, tidak boleh terjadi bahaya,
kesulitan, penderitaan atau kesengsaraan yang menimpa masyarakat. Inilah visi
pembangunan dalam sistem Islam yakni sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat
bukan keuntungan semata sebagaimana visi pembangunan dalam sistem kapitalis.

Keseriusan pemimpin dilihat dari bagaimana Khalifah meriayah
mulai dari membuat rancangan pengadaan jalannya baik jalan utama, akses ibukota
atau provinsi atau kabupaten maupun akses di daerah-daerah yang terpencil.
Tidak ada pembedaan dalam layanan publik ini, sehingga semua masyarakat akan
mendapatkan layanan yang sama. Tidak ada kendala untuk menjangkau dari suatu
daerah ke daerah yang lain. Sedangkan pembiayaan hingga pemeliharaan maka itu
diambilkan dari kas Baitul mal, tidak berasal dari utang ribawi atas nama
investasi.

Baitul mal sendiri memiliki pos pemasukan dan pengeluaran.
Pemasukan baitul mal didapatkan dari banyak sumber baik itu ghanimah, fai,
kharaj maupun pengelolaan dari sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah. Semua
itu agar negara mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan
fungsi dan tanggung jawabnya. Maka negara wajib mengelola kekayaannya secara
benar sesuai dengan syariat Islam.

Hasil dari pengelolaan itu adalah diwujudkannya semua
pemenuhan kebutuhan umum masyarakat contohnya kesehatan dan pendidikan yang
bebas biaya juga berbagai layanan publik lainnya termasuk keberadaan jalan.
Sungguh keteladanan seorang pemimpin yang luar biasa ketakwaannya dan rasa
takutnya kepada Allah tentang tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin.
Keberadaan kehidupan seperti ini hanya akan kita jumpai manakala seluruh aturan
dalam sebuah sistem tersebut adalah penerapan syariat Islam secara kaffah. Dan
itu hanya kita jumpai di bawah sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bish showab.

Oleh: Mirza Fithry N, Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA