Tinta Media – SMA Sulthan Baruna yang terletak di Kecamatan Cikadu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, telah menjadi pusat perhatian setelah video tentang tes kehamilan siswinya menyebar luas di media sosial.
Sebagian mendukungnya sebagai langkah pencegahan, sementara banyak yang menganggap tindakan tersebut terlalu berlebihan. Meskipun menjadi perdebatan, pelaksanaan tes kehamilan di SMA Sulthan Baruna didasarkan pada musyawarah dan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa.
Dalam penjelasannya, kepala sekolah Sarman mengungkapkan bahwa program ini sudah berjalan selama dua tahun dan dilakukan secara rutin dua kali dalam setahun untuk seluruh siswi. “Tujuannya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu langkah pencegahannya adalah dengan melakukan tes semacam ini,” ujarnya. Sarman juga mengakui bahwa inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap kasus kehamilan salah satu siswi yang terjadi tiga tahun lalu (kompas.com, 24/01/2025).
Langkah ini jelas tidak mampu mencegah kehamilan di kalangan remaja. Namun, pemeriksaan ini menunjukkan kekeliruan dalam menghadapi masalah pergaulan remaja yang semakin bebas. Tes kehamilan bukanlah solusi pencegahan yang efektif, mengingat tidak semua aktivitas seksual bebas berujung pada kehamilan. Selain itu, pemeriksaan juga hanya difokuskan pada siswi perempuan, padahal peran siswa laki-laki juga sama pentingnya dalam konteks pergaulan yang sehat.
Menurut data dari Pengadilan Agama Sampit pada tahun 2020, jumlah dispensasi nikah melonjak drastis dari 26 kasus di tahun sebelumnya menjadi 111 kasus. Hampir seluruh permohonan tersebut disetujui karena para pemohon sudah dalam keadaan hamil (kompasnia.com,14/06/2024).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga mencatat bahwa banyak remaja di Indonesia yang telah melakukan hubungan suami istri. Di kalangan remaja usia 16-17 tahun, sebanyak 60 persen mengaku telah berhubungan seksual, sementara pada usia 14-15 tahun dan 19-20 tahun, masing-masing mencatatkan angka sebesar 20 persen (ditsmp.kemdikbud.go.id, 04/08/2023).
Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa menuju masa depan yang lebih baik. Mereka seharusnya memiliki pemikiran yang visioner dan melakukan berbagai kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, serta lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk mendapatkan perhatian khusus, baik dari diri mereka sendiri, orang tua, maupun masyarakat di sekitar mereka, dan negara.
Inilah fenomena yang terjadi dalam sistem kapitalisme, di mana aturan kehidupan dipisahkan dari ajaran agama. Hal ini membuat remaja lebih cenderung mengikuti hawa nafsu mereka, mengutamakan kesenangan fisik, dan kesulitan dalam membedakan antara yang halal dan haram. Berbagai faktor turut mempengaruhi kerusakan pergaulan remaja saat ini, di antaranya
minimnya pendidikan agama dalam keluarga membuat remaja tidak memahami jati diri mereka sebagai hamba Allah Ta’ala yang harus mengikuti perintah dan larangan-Nya. Akibatnya, mereka kesulitan membedakan antara perbuatan yang haram dan halal. Ketika suatu perbuatan terasa menyenangkan, meskipun jelas haram, tetap saja dilakukan.
Di sisi lain, pendidikan lebih diarahkan untuk sekadar mencari lapangan pekerjaan, sehingga manusia sibuk mengejar pendidikan setinggi mungkin hanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai penunjang hidup. Sayangnya, pendidikan yang ada tidak diimbangi dengan upaya membentuk kepribadian yang berdakwah dan mulia. Hal ini menyebabkan banyak pelajar terjerumus dalam tindakan kriminal, seks bebas, penggunaan narkoba, dan perilaku negatif lainnya.
Paparan terhadap konten pornografi, pengaruh teman sebaya yang terlibat dalam perilaku seks bebas, teknologi yang dirancang untuk membuat pengguna ketagihan, serta hubungan percintaan yang mendorong perilaku seks bebas.
Kurangnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap pergaulan remaja turut menjadi pemicu terjadinya pergaulan bebas. Ketika lingkungan tempat remaja tumbuh dipenuhi dengan pengaruh negatif dan kondisi yang buruk, remaja akan lebih rentan terjebak dalam pergaulan bebas.
Negara tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap kehidupan remaja saat ini. Kebijakan yang ada terkesan kurang efektif, dan tidak ada sanksi tegas yang dapat mencegah tindakan seks bebas. Pelaku seks bebas hanya mendapatkan rehabilitasi, lalu dikembalikan kepada keluarganya atau bahkan dinikahkan tanpa penanganan yang komprehensif.
Sungguh Jauh berbeda jika sistem Islam diterapkan melalui institusi Khilafah. Dalam Islam, pemuda adalah generasi muda memiliki fisik yang kuat, pengetahuan yang luas, inovatif dan juga memiliki tingkat kreativitas yang tinggi, serta berkepribadian mulia.
Islam memberikan batasan yang jelas terhadap hubungan antara pria dan wanita, yaitu hanya melalui pernikahan. Segala bentuk yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual diluar syariat dilarang dalam ajaran Islam. Dalam konteks ini, Islam telah menetapkan sejumlah hukum yang berkaitan dengan ketentuan tersebut.
Menurut Syah Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Sistem Pergaulan Dalam Islam di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Islam menginstruksikan kepada semua umatnya, baik pria maupun wanita, untuk menjaga pandangan mereka.
Kedua, Islam mewajibkan perempuan untuk mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Ketiga, Islam menetapkan bahwa seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan (safar) yang memakan waktu satu hari semalam tanpa ditemani oleh mahramnya.
Keempat, Islam juga melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan) kecuali jika wanita tersebut disertai oleh mahramnya.
Kelima, Islam mengatur agar seorang wanita tidak keluar dari rumahnya tanpa izin suami, mengingat hak suami atas istrinya.
Keenam, Islam sangat memperhatikan agar kehidupan komunitas wanita terpisah dari komunitas pria, baik di lingkungan masjid, sekolah, maupun tempat lainnya.
Ketujuh, Islam menekankan bahwa kerjasama antara pria dan wanita sebaiknya tidak bersifat khusus, melainkan hanya dalam urusan-urusan muamalat yang umum, bukan dalam konteks saling mengunjungi atau keluar bersama untuk rekreasi.
Pendidikan dalam sistem Khilafah bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, baik dari segi akal maupun jiwa pada generasi. Menanamkan rasa keterikatan yang kuat terhadap syariat-Nya, serta mendorong setiap individu untuk meraih ridha Allah Ta’ala.
Negara akan menutup media sosial yang mempertontonkan pornografi dan hal-hal yang merusak akidah Islam. Media sosial hanya akan menayangkan tontonan yang mengedukasi dan mendorong setiap manusia hidup sesuai syariat Islam.
Negara juga akan memberikan sanksi kepada pelaku seks bebas agar pelaku jera. Hukuman pelaku zina dalam Islam adalah cambuk 100 kali bagi yang belum menikah dan diasingkan selama setahun. Sementara itu, pelaku zina yang sudah menikah atau sering berzina akan dihukum rajam (dilempari batu) sampai mati.
Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, generasi muda akan terlindungi dalam pergaulannya dan terhindar dari pengaruh pergaulan bebas serta kerusakan akhlak lainnya. Keimanan yang kuat akan senantiasa menjaga mereka agar tetap dalam ketaatan dan menjauh dari perbuatan maksiat.
Selain itu, pengawasan dari masyarakat dan negara melalui penerapan sistem sanksi Islam yang tegas akan melindungi generasi dari pemikiran yang merusak dan perilaku maksiat. Kehadiran negara akan berperan penting dalam mencegah kerusakan pada generasi masa depan.
Wallahu A’lam bish shawab
Oleh: Azizah
Aktivis Muslimah Jakarta
Views: 1