Utak-atik Standar Kemiskinan, Gaya Absurd Kapitalisme

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kemiskinan menjadi fenomena yang tidak asing saat ini. Angkanya melonjak tajam seiring dengan berjalannya waktu. Namun, fakta menunjukkan adanya tren data yang nyeleneh dalam penyajiannya. Angka kemiskinan disebut merosot padahal faktanya jumlah rakyat miskin yang tampak kian banyak.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah penduduk miskin per September 2024 mencapai angka 24,06 juta orang (katadata.co.id, 21-1-2025). Angka ini relatif menurun 1,16 juta dibandingkan Maret 2024 dan menurun 1,84 juta dibandingkan Maret 2023. Walaupun jumlah masyarakat miskin diklaim merosot namun masih banyak rakyat yang mengalami kesusahan. Hal ini pun dibenarkan adanya oleh Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar. Media memaparkan fenomena ini terjadi sebagai akibat dari penetapan angka kemiskinan yang dibuat berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan yang terlalu rendah dibandingkan standar kemiskinan internasional. Sehingga penyajian datanya pun tidak paralel. Maknanya, angka kemiskinan yang kini tersaji tidak mampu mewakili keadaan kemiskinan yang riil.

Garis kemiskinan nasional yang diterapkan oleh BPS per September 2024 adalah Rp 595.242 per kapita (katadata.co.id, 22-1-2025). Dengan hitungan tersebut, seseorang dianggap tidak miskin dengan jumlah pengeluaran per hari mencapai Rp 148.750 per minggu yang sebanding dengan Rp 21.250 per hari. Jumlah alokasi harian ini diperintukkan untuk kebutuhan makanan, transportasi dan kebutuhan lainnya.

Jika Indonesia menggunakan standar Bank Dunia, jumlah rakyat miskin akan meningkat sesuai dengan sajian fakta yang nampak dan angkanya pun jauh dari data rilis BPS. Bank Dunia menerapkan standar garis kemiskinan berdasarkan nilai daya beli yang setara di berbagai negara.

Konsep Destruktif ala Kapitalisme

Penerapan garis kemiskinan yang ditetapkan BPS dengan alokasi Rp 21.250 per hari jelas tidak masuk akal. Kebutuhan primer yang terus melonjak setiap waktu membuat rakyat semakin keberatan. Ditambah biaya transportasi yang juga membengkak. Belum lagi masalah mahalnya layanan kesehatan, pendidikan, kebutuhan hunian dan kebutuhan lainnya.

Penetapan alokasi yang ditetapkan BPS saat ini tidak mampu menjadi rujukan paralel. Dan tidak mampu mewakili jumlah angka kemiskinan yang secara nyata terus bertambah. Fenomena ekonomi yang tidak bersahabat semakin menambah runyam nasib rakyat kebanyakan. Badai PHK, inflasi hingga akhirnya menurunkan daya beli. Mestinya fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa ekonomi negeri ini tidak dalam kondisi aman. Rakyat miskin semakin mudah ditemui.

Kemiskinan sesungguhnya muncul sebagai dampak buruknya tata kelola urusan rakyat secara menyeluruh. Sistem yang kini diadopsi menyandarkan segala kebijakan pada kekuatan pengusaha yang juga memposisikan diri sebagai penguasa. Kebijakan publik disetir sesuai kepentingannya. Beragam sumberdaya alam yang dimiliki diserahkan asing dan swasta demi meraup keuntungan. Privatisasi dan swastanisasi sumberdaya milik rakyat pun dilegalkan. Alhasil, rakyat semakin kesulitan mengakses kebutuhan primer. Harga pangan, dan berbagai layanan dipatok harga mahal. Inilah sistem kapitalisme yang berbasis pada sekularisme yang liberalistik. Kepemimpinan yang terlahir pun beraroma populis otoritarian yang hanya mengunggulkan pencitraan dibandingkan pelayanan.

Data kemiskinan diotak-atik agar mampu mewakili hasil kerja pemerintah yang diklaim mampu mengendalikan laju kemiskinan. Namun, faktanya jauh dari harapan. Data yang tersaji tidak ubanya hanya sekedar bualan yang tidak mampu mewakili keadaan yang sesungguhnya.

Tata Kelola Amanah ala Islam

Islam, satu-satunya sistem sekaligus ideologi yang menetapkan solusi yang utuh dan menyeluruh atas segala masalah. Termasuk masalah kemiskinan yang kini dihadapi mayoritas penduduk negeri ini.

Konsep sistem Islam yang amanah hanya mampu diterapkan dalam satu tatanan institusi yang amanah, yakni khilafah manhaj an Nubuwwah. Mekanisme negara dalam sistem Islam akan menetapkan pengurusan pemenuhan kesejahteraan rakyat individu per individu, bukan per kapita seperti yang diterapkan dalam kapitalisme.

Rasulullah SAW. bersabda,

Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (H.R. Bukhori).

Konsep hadits ini akan betul-betul diterapkan, sehingga setiap pemimpin mengetahui dengan pasti tugasnya untuk melayani dan memudahkan pemenuhan kebutuhan setiap individu rakyat melalui optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam. Khilafah memiliki strategi dan mekanisme dalam khilafah untuk menekan angka kemiskinan, tidak sekedar otak-atik data imajiner yang tidak pasti. Berikut beberapa strategi dan mekanisme khilafah dalam mensejahterakan nasib rakyat.

Pertama, negara menjamin kepentingan setiap individu, dengan standar kelayakan yang manusiawi dan standar yang jelas. Termasuk jaminan terkait pekerjaan setiap kepala keluarga sehingga mampu memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga. Jika ada individu yang tidak mampu secara ekonomi, negara akan menjamin setiap kebutuhannya dengan beberapa ketentuan bijaksana yang ditetapkan khalifah. Layanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur diberikan dengan biaya murah bahkan gratis dengan pelayanan terbaik dari negara. Dengan demikian, rakyat akan terjamin kehidupannya.

Kedua, negara memiliki regulasi yang jelas dan tegas untuk mengatur hak kepemilikan individu, umum, dan negara dengan batasan hukum syarak. Negara mengelola sumberdaya alam, termasuk di dalamnya sumber energi bagi seluas-luasnya kepentingan rakyat. Kemudahan akses dengan biaya yang terjangkau bahkan gratis diberikan kepada rakyat tanpa kompemsasi apapun. Karena orientasi pengurusannya hanya untuk melayani rakyat dengan optimal. Jikapun ada tarif, biaya yang ditetapkan hanya mengganti biaya proses produksi. Bukan untuk kepentingan bisnis dan kapitalisasi. Karena negara memahami, rakyat adalah amanah yang harus diurusi.

Ketiga, konsep penyaluran harta yang jelas. Negara wajib mendistribusikan harta dari rakyat dengan adil dan amanah. Misalnya, dari dana zakat, wajib disalurkan kepada pihak-pihak yang yang telah ditentukan syarak. Dana Baitul Maal untuk layanan penyediaan pangan, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat. Sumber Baitul Maal dalam Islam pun tidak diragukan keberadaannya. Mulai dari pos hasil tata kelola sumberdaya, ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah, usyur dan beragam sumber lain yang ditetapkan khalifah sesuai hukum syarak.

Demikianlah konsep Islam yang adil dan menyejahterakan. Kemiskinan ekstrim dapat tersolusikan dengan solusi bijaksana. Tak ada satu pun individu rakyat yang terzalimi. Hanya dengannya, penjagaan rakyat terlaksana sempurna, kesejahteraannya pun terjaga.

Wallahu a’lam bishowwab.

 

 

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Views: 2

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA