Tinta Media – Muslim Ayub, anggota DPR Aceh meyakini bahwa polemik kepemilikan empat pulau antara Propinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) berkaitan dengan potensi kandungan minyak dan gas (migas) di wilayah tersebut. Muslim menilai bahwa potensi cadangan migas di empat pulau itu menjadi alasan utama bagi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengalihkan batas wilayah dari Aceh menjadi Sumut (cnnindonesia.com, Sabtu, 14/6/2025).
Pasalnya, ia menegaskan bahwa status wilayah keempat pulau itu sejatinya telah disepakati oleh Gubernur Aceh dan Sumatera pada tahun 1992, yakni Ibrahim Hasan dan Raja Inal Siregar, serta disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Rudini.
Indonesia memang negara yang kaya akan sumber daya alam. Hasil kekayaan alam yang melimpah ruah dan tanah yang subur memicu pihak lain untuk memilikinya. Sebagai contoh adalah negara penjajah yang berebut ingin menguasai wilayah Indonesia karena memiliki banyak potensi kandungan minyak dan gas bumi (migas).
Yang menjadi motif sengketa pulau ini bukan lagi sekadar masalah administratif, melainkan konflik yang didorong oleh kepentingan sumber daya alam. Hal ini merupakan proyek serta rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di sana.
Kran kebebasan menguasai sumber daya alam kepada pihak asing oleh para pengusung sistem kapitalisme di negeri ini jelas banyak memberi peluang dan keuntungan bisnis bagi para oligarki pemilik modal besar yang haus akan kekayaan. Lebih miris lagi, negara berperan sebagai regulator untuk melancarkan akal bulus para oligarki.
Pengalihan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Provinsi Sumut mengundang perdebatan. Persoalan ini muncul ketika pengelolaan pemerintah daerah menggunakan sistem Otonomi Daerah (OTDA) yang lahir dari kerangka demokrasi sekuler kapitalis dan masuknya pemikiran-pemikiran Barat pasca revolusi industri dan modernisasi pemerintahan.
Islam memandang bahwa pada penetapan pengelolaan wilayah secara sentralistik, negara bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan secara merata pada seluruh wilayah, bukan masing-masing wilayah. Semua wilayah dengan kekayaan alam di dalamnya dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat secara adil dan merata ke seluruh wilayah, bukan untuk wilayah khusus ataupun kepentingan oligarki.
Adapun untuk jual beli pulau, maka setiap muslim baik pejabat negara ataupun rakyat biasa, sama-sama terlarang melakukannya. Hal ini karena umat diperintahkan untuk menjaga persatuan, baik wilayah maupun antarsesama umat Islam.
Maka dari itu, kita harus menjadikan Islam sebagai aturan hidup, bukan hanya sebagai ibadah ritual semata. Ini karena Islam merupakan agama sekaligus idiologi yang mengatur seluruh kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Wallahu a’lam bish shawwab.
Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media
Views: 7