Tinta Media – Kisah cinta lima tahun yang terjalin sejak bangku kuliah di Universitas Trunojoyo, Madura, itu kiranya berakhir dengan cara yang tragis dan mengerikan. Peristiwa ini terjadi di sebuah kamar kos di Jalan Raya Lidah Wetan, Kelurahan Lidah Wetan Lakarsantri, Surabaya. Di sanalah Tiara Angelina Saraswati (TAS), gadis 25 tahun asal Lamongan tinggal bersama kekasihnya Alvi Maulana (AM) 24 tahun.
Alvi sang sarjana informatika bekerja serabutan sebagai driver ojol dengan N-Max putihnya. Sementara korban, Tiara, tidak bekerja dan hanya menemani pelaku di tempat kosnya tersebut. Sungguh miris, AM tega menghabisi nyawa pacarnya TAS dan memutilasi tubuh korban hingga menjadi ratusan potongan. Pelaku membuang sebagian potongan jasad korban ke semak-semak Dusun Pacet Selatan, Kecamatan Pacet Mojokerto dan sebagian potongan lainnya pelaku simpan di kamar kos tempat mereka tinggal di Jawa Timur. Kasus pembunuhan ini terjadi pada Minggu (31/08) sekitar pukul 02.00 WIB.
“Semua berawal dari kegiatan mereka yang melakukan hubungan selayaknya suami istri tanpa ikatan yang sah. Aktivitas pelaku yang pulang larut malam pada saat itu, rupanya tidak dibukakan pintu oleh korban, yang mengunci pintu dari dalam. Pelaku menunggu hingga satu jam di luar kamar kos. Layaknya seorang perempuan yang sedang kesal dan marah, korban akhirnya membuka pintu sambil mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya. Itulah kemudian yang memicu peristiwa pembunuhan di malam itu terjadi. Mereka kerap terlibat cekcok yang berulang-ulang. Pelaku merasa kesal dan kewalahan memenuhi tuntutan ekonomi korban yang memiliki gaya hidup hedonis dan seterusnya. Dan akhirnya peristiwa keji itu pun terjadi”, ujar AKPB Irham Kustarto, Kapolres Mojokerto. (detik.com, 08/09/2025)
Kisah mutilasi seorang gadis di Surabaya ini menjadi fakta betapa suramnya kehidupan bebas generasi muda saat ini yang menjadikan kohabitasi atau kumpul kebo sebagai tren. Mereka memilih tinggal bersama pasangan dalam satu atap tanpa adanya status pernikahan yang jelas. Mereka beralasan ingin mengenal pasangan lebih dalam sebelum menuju ke jenjang yang lebih serius, juga pertimbangan praktis efisiensi biaya hidup, seperti biaya sewa, listrik dsb. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak inilah kemudian mereka menentukan lokasi untuk tempat mereka tinggal.
Sistem sekularisme liberal yang menjauhkan peran agama dari kehidupan telah menyebabkan seseorang bebas berperilaku dalam kehidupannya. Pada saat marah, cinta, dan senang, seseorang akan melampiaskannya dengan cara apa pun yang mereka suka, tanpa melihat halal haram. Seperti aktivitas pacaran yang menjadi hal biasa di tengah masyarakat saat ini. Bahkan, tinggal serumah dengan pasangan yang belum halal pun bukan lagi sesuatu yang tabu. Membagi tugas rumah tangga bersama pacar menjadi hal yang wajar. Inilah tren toksik buah dari pemahaman rusak sekularisme. Negara tidak membentuk rakyatnya agar memliki pemahaman yang benar dalam menjalani kehidupan. Aktivitas pacaran dan perzinaan bukan termasuk dalam tindak pidana, kecuali jika terdapat korban dan adanya laporan.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan pemahaman IsIam yang dengan jelas melarang aktivitas pacaran atau mendekati zina. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
(QS al-Isra’: 32)
Islam bukan hanya sekadar agama, melainkan aturan hidup. Khilafah memiliki tiga pilar penting dalam mewujudkan kehidupan yang islami, yaitu:
Pertama, adanya ketakwaan individu yang lahir dari pendidikan Islam yang diterapkan oleh negara. Pendidikan Islam yang berlandaskan akidah inilah merupakan benteng awal bagi individu dalam bersikap dan berperilaku serta memahami hakikat penciptaan dirinya sebagai seorang hamba. Ini akan menjaga dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang diharamkan oleh IsIam, seperti pacaran apalagi membunuh.
Kedua, adanya kontrol masyarakat yang senantiasa akan mencegah kemungkaran terjadi di tengah-tengah mereka. Masyarakat yang memiliki kepribadian Islam akan bersikap dan beramar makruf nahi mungkar terhadap sesuatu yang melanggar termasuk aktivitas kohabitasi atau kumpul kebo agar tidak terjadi.
Ketiga, adanya peran negara sebagai sentral penting periayah yang berperan aktif dalam mengatur dan menerapkan sistem pergaulan Islam.
Para penguasa dalam sistem Islam akan memastikan rakyatnya terhindar dari berbagai perkara yang melanggar syariat dan mencegah berbagai hal yang dapat menjadi pemicunya. Selain itu, Khilafah menerapkan sanksi hukum tegas, berat, dan adil terhadap pelaku kejahatan berdasarkan syariat Islam yang akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku serta menjadi pencegah bagi yang lainnya. Dengan demikian, berbagai kejahatan dapat dicegah dan diminimalisasi. Wallahualam bissawab.
Oleh: Ikrima,
Sahabat Tinta Media
Views: 21