Riba dalam Perspektif Tafsir Al-Qur’ān dan Pendidikan Islam

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Secara etimologi, kata “riba” (ربا) berarti “tambahan” atau “kelebihan”. Dalam terminologi syariat, riba adalah tambahan yang diperoleh secara tidak sah dalam transaksi pinjaman atau pertukaran barang tertentu.

Riba terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

Pertama, riba nasi’ah, yaitu tambahan yang dikenakan karena penundaan pembayaran utang

Kedua, riba fadl, yaitu tambahan dalam pertukaran barang sejenis dalam jumlah yang berbeda.

Riba, dalam konteks Islam merujuk pada pengambilan tambahan yang tidak sah dalam transaksi keuangan, baik melalui pinjaman maupun jual beli. Praktik ini dilarang keras dalam ajaran Islam karena dianggap menimbulkan ketidakadilan dan eksploitasi. Untuk memahami larangan riba secara komprehensif, kita dapat meninjaunya melalui perspektif tafsir Al-Qur’an dan filsafat pendidikan Islam.

Riba dalam Perspektif Tafsir Al-Qur’an

Al-Qur’an menyebutkan riba dalam beberapa ayat yang menegaskan keharamannya. Salah satunya adalah Surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya,

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ….

Dalam tafsir ayat ini, dijelaskan bahwa orang yang terlibat dalam riba akan mengalami kebingungan dan ketidakstabilan, seperti orang yang kerasukan setan. Mereka menyamakan riba dengan jual beli, padahal Allah dengan jelas membedakan keduanya, menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Hal ini menunjukkan bahwa riba bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga berdampak pada spiritualitas dan moralitas individu.

Selain itu, dalam Surah Ali Imran ayat 130, Allah berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Ayat ini menegaskan larangan mengambil riba yang berlipat ganda, yang pada masa jahiliyah merupakan praktik umum. Namun, para ulama sepakat bahwa meskipun ayat ini menyebutkan “berlipat ganda”, semua bentuk riba, baik sedikit maupun banyak tetap diharamkan. Hal ini karena esensi dari riba adalah pengambilan keuntungan yang tidak adil dan merugikan pihak lain.

Dalam Surah Ar-Rum ayat 39, disebutkan,

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah ….

Ayat ini menekankan bahwa meskipun secara materi riba dapat menambah harta, tetapi di sisi Allah, riba tidak memberikan manfaat dan tidak diberkahi. Ini menunjukkan bahwa keuntungan materi yang diperoleh melalui cara yang haram tidak akan membawa kebaikan sejati bagi pelakunya.

Riba dalam Perspektif Pendidikan Islam

Dalam pendidikan Islam, tujuan utama pendidikan adalah membentuk individu yang berakhlak mulia dan berkeadilan. Praktik riba bertentangan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan yang diajarkan dalam Islam. Riba menyebabkan ketimpangan ekonomi, yaitu yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang mengedepankan pemerataan dan keadilan sosial.

Selain itu, pendidikan Islam menekankan pentingnya etika dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam transaksi ekonomi. Riba dianggap merusak akhlak karena melibatkan eksploitasi dan ketamakan. Oleh karena itu, dalam kurikulum pendidikan Islam, penting untuk menanamkan nilai-nilai anti-riba dan mendorong praktik ekonomi yang adil dan beretika.

Dengan memahami larangan riba melalui tafsir Al-Qur’an dan pendidikan Islam, kita dapat menyadari betapa pentingnya menjauhi praktik ini demi terciptanya masyarakat yang adil, sejahtera, dan berakhlak mulia.

Solusi Riba dalam Islam

Islam tidak hanya melarang riba, tetapi juga menyediakan solusi konkret untuk menggantikannya dengan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkah. Solusi ini telah diterapkan sejak masa Rasulullah ﷺ dan dilanjutkan dalam sistem ekonomi kekhilafahan. Berikut adalah beberapa solusi Islam dalam mengatasi riba:

1. Penerapan Ekonomi Berbasis Zakat, Sedekah, dan Wakaf

Islam menekankan konsep berbagi kekayaan untuk mengurangi ketimpangan sosial. Rasulullah ﷺ mengajarkan sistem ekonomi berbasis zakat, sedekah, dan wakaf sebagai solusi untuk menggantikan sistem riba yang eksploitatif.

– Zakat: Sebagai mekanisme redistribusi kekayaan, zakat membantu mencegah penumpukan harta di tangan segelintir orang dan memberikan bantuan kepada fakir miskin.
– Sedekah: Memberikan harta secara sukarela tanpa mengharapkan keuntungan materi.
– Wakaf: Digunakan untuk kepentingan umum, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sosial, yang mengurangi kebutuhan utang berbunga.

2. Sistem Perdagangan dan Bisnis Tanpa Riba

Pada masa Rasulullah ﷺ dan khilafah, sistem perdagangan Islam didasarkan pada keadilan dan transparansi tanpa unsur riba. Beberapa mekanisme yang digunakan adalah:

Murabahah (jual beli dengan keuntungan yang disepakati) – Penjual menjelaskan harga pokok dan keuntungan yang diambil, sehingga transaksi bersih dari riba.

Mudharabah (kemitraan bisnis berbasis kepercayaan) – Pemilik modal memberikan dana kepada pengelola usaha, dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Musyarakah (usaha patungan berbasis syariah) – Dua pihak atau lebih menyatukan modal dan tenaga untuk usaha bersama, dengan keuntungan dan kerugian dibagi secara adil.

3. Larangan Menyimpan Harta Tanpa Perputaran dalam Ekonomi

Dalam Islam, harta yang tidak digunakan atau hanya ditimbun tanpa peredaran dalam ekonomi dikenai zakat. Hal ini mendorong investasi dan aktivitas ekonomi yang produktif. Rasulullah ﷺ bersabda:

Barang siapa yang memiliki emas atau perak dan tidak menunaikan haknya (zakat), maka pada hari kiamat akan dibuatkan untuknya kepingan dari api neraka ….” (HR. Muslim, no. 987)

4. Negara Bertanggung Jawab terhadap Kesejahteraan Rakyat

Pada masa Khilafah, negara berperan aktif dalam memastikan kesejahteraan rakyat dengan sistem ekonomi Islam. Beberapa kebijakan yang diterapkan antara lain:

Baitul Mal (Kas Negara Islam): Mengelola pendapatan negara dari zakat, jizyah, kharaj (pungutan atas tanah), dan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat tanpa bergantung pada sistem perbankan berbasis riba.

Penyediaan Dana Sosial dan Infrastruktur: Negara membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan sarana umum lainnya dengan dana dari Baitul Mal, bukan dari utang berbunga.

5. Larangan Tegas terhadap Riba dan Pengawasan Pasar

Masa Rasulullah ﷺ dan khilafah dikenal dengan sistem pasar yang adil dan bebas dari riba. Negara memiliki mekanisme untuk memastikan tidak ada praktik curang, termasuk riba, dalam transaksi ekonomi.

Pengawasan Pasar: Negara menunjuk muhtasib (pengawas pasar) untuk memastikan transaksi dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

Sanksi bagi Pelaku Riba: Hukuman moral dan sosial diterapkan bagi pelaku riba, serta pelarangan bagi mereka untuk memegang posisi penting dalam ekonomi Islam.

Kesimpulan
Islam telah menyediakan solusi menyeluruh terhadap riba melalui sistem ekonomi berbasis zakat, perdagangan syariah, peran aktif negara dalam kesejahteraan rakyat, serta larangan menimbun harta tanpa peredaran dalam ekonomi. Masa Rasulullah ﷺ dan khilafah membuktikan bahwa ekonomi Islam dapat berjalan tanpa riba dan tetap menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Untuk mewujudkan ekonomi yang bebas riba di era modern, umat Islam perlu kembali menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan ekonomi, baik dalam skala individu, komunitas, maupun negara.

 

 

 

Penulis: Iit Supriatin S.Pd

(Mahasiswi S1 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Mahasiswi Program Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam, Founder & CEO Ma’had Khadijah Ummul Mu’minin/ MAQKhUM Bandung)

Views: 10

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA