Kebijakan Populis, Bukan Solusi Tuntas Problem Pendidikan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Salah satu indikasi sebuah negara terkategori negara maju, berkembang, dan negara tertinggal pada saat ini adalah dilihat dari segi pendidikannya.

Akan tampak jelas perbedaan pendidikan antara negara maju, berkembang, dan tertinggal. Di negara maju, pendidikan merupakan fokus perhatian utama yang dilihat oleh  pemerintah, sedangkan di negara berkembang, pendidikan tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintahnya. Salah satu negara berkembang yang kurang memperhatikan pendidikan adalah Indonesia.

Dilansir dari tirto.id, sebanyak 400 siswa dan guru di SD Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi melakukan kegiatan belajar mengajar di musala dan perpustakaan, akibat ruang kelas yang ambrol sejak akhir tahun 2024 lalu. (tirto.id, 2/05/2025).

Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di negara berkembang, yaitu Indonesia masih banyak menyimpan berbagai problem, di antaranya tidak tersedianya ruang kelas yang nyaman sebagai pendukung penyelenggaraan pendidikan yang sangat vital. Ketika murid di suatu sekolah dibayang-bayangi ruang kelas yang ambruk, jelas ini akan mengganggu konsentrasi mereka saat belajar sehingga mempengaruhi hasil belajar mereka.

Saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025 di SD Negeri Cimahpar 5, Bogor, Jawa Barat, Presiden Prabowo menyampaikan pidatonya bahwa pada saat ini, pemerintah pusat telah menetapkan anggaran sebanyak 17 triliun untuk perbaikan sekolah. Dari 33.000 sekolah, dana tersebut hanya cukup untuk 11.000 sekolah. Presiden akan melakukan efisiensi anggaran untuk bisa menutupi kekurangan dari perbaikan sekolah (tirto.id, 2/05/2025).

Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, Presiden Prabowo juga memandang bahwa guru harus diberi kesejahteraan. Oleh karena itu, Presiden Prabowo meluncurkan program untuk menyejahterakan guru sebagaimana yang disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yaitu dana pendidikan bagi guru yang belum menamatkan pendidikan, baik D1 ataupun S1 sebanyak 12  ribu kuota ( tirto.id, 2/05/2025).

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan, di antaranya memperbaiki fasilitas sekolah yang rusak, menjamin kebutuhan gizi siswa melalui Program MBG atau makan bergizi gratis, serta memperbaiki kualitas guru dengan memberikan bantuan pendidikan bagi guru yang belum menyelesaikan pendidikannya, baik jenjang D1, D3, ataupun S1. Namun, pada realitanya, saat ini pendidikan di Indonesia menemui banyak masalah dari berbagai sisi, seperti gaji guru yang rendah, fasilitas sekolah yang rusak sehingga berdampak pada kegiatan belajar mengajar di sekolah, dll.

Semuanya adalah dampak dari kebijkan yang berlandaskan sistem kapitalisme, karena aspek yang dipentingkan adalah mendapatkan materi yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak. Dalam sistem kapitalisme, peran negara sangat kurang. Hal itu menyebabkan kurangnya perbaikan dalam bidang pendidikan. Selain itu, negara dalam sistem kapitalisme berlepas tangan dari penyelenggaraan pendidikan sehingga sarana dan prasarana di sekolah-sekolah tidak terlalu diperhatikan.

Negara kesulitan menyediakan anggaran pendidikan sehingga untuk menenuhi anggaran tersebut, negara harus berutang pada negara penyokong, seperti AS. Lebih parahnya lagi, dana pendidikan dikorupsi oleh pejabat negara sehingga dana yang dialirkan ke sekolah sangatlah minim.

Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan sistem pendidikan pada masa Khilafah yang sangat mengutamakan kualitas pendidikan serta hasil dari pendidikan tersebut. Terkait penyediaan sarana dan prasarana, pada masa Khilafah terbukti baik sekali. Salah satunya adalah Perpustakaan Cordova yang memainkan peranan penting dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan budaya ke seluruh dunia, termasuk ke Eropa.

Selain sarana prasarana yang memadai, dalam sistem Khilafah, para guru juga disejahterakan. Terbukti gaji guru pada jenjang Taman Kanak-Kanak sekitar 4,25 gram emas atau sekitar 15 juta rupiah. Hal itu merupakan penghargaan terbesar bagi para guru karena didukung negara yang memiliki sumber anggaran yang banyak dan beragam. Dengan mekanisme ini, niscaya peradaban Islam menjadi mercusuar dunia sebagaimana yang pernah terjadi selama 13 abad. Wallahu a’lam bishawab.

 

 

 

Oleh: Sugiyanti Rahmawati

Sahabat Tinta Media

Views: 23

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA