Anggaran Pendidikan Dipangkas, Bukti Pemimpin Tak Berkelas

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Seharusnya anggaran pendidikan ditambah bukan malah dipangkas, masyarakat yang tidak mempunyai pendidikan tinggi sekali pun paham bahwa pendidikan itu sangat penting sehingga harus diperhatikan bahkan diutamakan. Karena pendidikan adalah salah satu aset terbesar untuk masa depan bangsa.

Mendengar berita ramai di media, sejumlah anggaran pendidikan turut menjadi sasaran efisiensi yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Setelah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang dilaporkan terkena pemangkasan sekitar Rp 8 triliun, sebelum terkena efisiensi, Kemendikdasmen memiliki anggaran tambahan dari APBN yang disepakati sebesar Rp 33,5 triliun. Kemudian Kemendikdasmen memperoleh efisiensi sebesar 23,95% atau Rp 8,03 triliun, ini sunggu berita sangat membingungkan namun inilah faktanya.

Anggaran kemendikdasmen yang dipangkas paling banyak ATK dengan target pemotongan kementerian dan lembaga, seperti tertulis dalam Lampiran Surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025. Berikut pengeluaran di Kemendiksamen yang dipangkas anggarannya: Alat tulis kantor (ATK): 90 %; percetakan dan suvenir: 75,9 %; sewa gedung, kendaraan, peralatan: 73,3%; belanja lainya: 59,1%; kegiatan seremonial: 56,9%; perjalanan dinas: 53,9 %; kajian dan analisis: 51,5 %; jasa konsultan: 45,7%; rapat, seminar, dan sejenisnya: 45%; honor output kegiatan dan jasa profesi: 40%; Infrastruktur: 34,3 %; diklat dan bimtek: 29,5%; peralatan dan mesin: 28%; Lisensi aplikasi: 21,6%; bantuan pemerintah: 16,7%, pemeliharaan dan perawatan: 10,2%. Mu’ti menegaskan, efisiensi anggaran tersebut tidak akan mengganggu program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), juga tunjangan sertifikasi guru Rp.832 miliar (kompas.com/11/2/2025).

Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah menyasar Kemendikdasmen merupakan bentuk kebohongan penguasa. Hal ini mencerminkan sejatinya dirinya sangat tidak berkelas atau tidak layak menjadi penguasa saat ini. Dengan paradigma kapitalistik penguasa kita lihat semakin berlepas tangan terhadap pemenuhan hak-hak rakyatnya. Seperti salah satu contohnya pemangkasan anggaran pendidikan. Dengan kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan maka akan berdampak naiknya biaya pendidikan yang akan dikeluarkan masyarakat. Makin melambungnya biaya pendidikan yang tidak diiringi dengan kenaikan upah masyarakat membuat orang tua makin sulit membiayai anaknya. Sungguh pemerintah saat ini hanya berdalih membela rakyat namun nyatanya menindas rakyat.

Sistem ekonomi kapitalis bukan solusi tuntas menyelesaikan masalah pendidikan ini. Selagi masih dalam sistem sekuler kapitalis maka penguasa mengabdi pada kepentingan masyarakat luas dan tidak akan pernah mewujudkan negara sebagai pelayan umat. Negara berideologi kapitalisme hanya memposisikan penguasa sebagai regulator dan fasilitator, jauh sekali dari peran untuk mengurus urusan rakyat.

Melihat kekacauan di negara ini kenapa masyarakat dan elit politik yang begitu banyak mengenyam pendidikan dan berbagai pihak masih banyak yang khawatir ketika semua permasalahan ini akan terselesaikan oleh satu solusi, yaitu solusi Islam sebagai pengganti sistem kufur hari ini. Alasan mereka tidak mau diatur oleh Islam pun beragam dan terdengar nyeleneh yaitu ingin menjaga NKRI dan tidak mau Indonesia menjadi seperti Palestina. Karena jika Islam yang menjadi aturan kelak akan seperti Suriah akan terjadi konflik terus menerus.

Kebodohan yang tidak masuk akal namun nyata, meyakini adanya Allah SWT namun tidak yakin dengan aturan-Nya. Bahkan mereka menganggap bahwa ide syariat Islam adalah pemecah belah negara. Bukankah ide syariat Islam dari Allah yang menciptakan langit bumi juga beserta isinya? Allah Sang Maha Sempurna sedangkan sistem hari ini hanya buatan manusia yang tidak mungkin 100% benar. Bahkan sombongnya dengan akal yang diberikan Allah sampai berani mengatakan bahwa Nabi Muhammad saja belum tentu benar, ucapan ini pun banyak membuat para pembela Islam merasa geram.

Dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syarak. Ini menjadikan para penguasa dan elit politik wajib tunduk pada hukum syara’. Tidak seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang, hanya berpihak kepada yang menguntungkan saja. Pendapatan dan pengeluaran juga diatur oleh syariat dan hampir tidak lagi mengandalkan pajak atau utang luar negeri. Namun jika terjadi hal-hal yang tidak terduga misalnya dana baitul mal tidak mencukupi, sementara ada kebutuhan yang harus segera diselesaikan, maka negara akan mengusahakan mencari pinjaman yang sifatnya nonribawi, atau ada pungutan pajak yang sifatnya sementara dan hanya dipungut kepada laki-laki muslim kaya sehingga tidak membebani rakyat.

Dengan demikian, anggaran di baitul mal tidak hanya efisien, tetapi juga tepat sasaran dan jauh dari kesalahan pengelolaan. Karena baik pendapatan mau pun pengeluaran Baitul mal berdasarkan pada ketentuan hukum syarak. Penempatan alokasi anggaran akan bersifat penuh dengan tanggung jawab di atas perencanaan yang matang karena Islam pasti akan memilih pejabat-pejabat yang penuh amanah dalam mengurusi hajat orang banyak. Bukan pejabat yang rakus atas uang rakyat.

 

 

 

Oleh: Nur Mariana Azzahra M.Sos
Aktivis Muslimah Sumatera Utara

Views: 1

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA