Bea Cukai, Denda Melebihi Harga

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Beberapa minggu ini berita mengenai Bea Cukai ramai diperbincangkan. Hal ini disebabkan Bea Cukai mengenakan biaya masuk (Bea Cukai) terhadap barang yang berasal dari negara lain (impor) dengan tarif yang melebihi harga dari barang itu sendiri. Kita bisa lihat dari tiga kasus yang
viral. Pertama, kasus sepatu impor yang dibeli seharga Rp.10 juta dikenakan bea
masuk sebesar Rp.31,8 juta. Kedua, Pengiriman barang mainan robot yang dikirim
untuk konten review oleh Youtuber Medy Renaldy dikenakan bea masuk yang berbeda
dengan harga yang sebenarnya. Dan yang ketiga, terdapat barang impor berupa
keyboard sebanyak 20 buah yang sebelumnya diberitakan sebagai barang kiriman
oleh Perusahaan Jasa Titipan (PJT) pada 18 Desember 2022. Adapun belakangan
baru diketahui ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah. Setalah
2 tahun, baru lah diserahkan barang tersebut kepada sekolah SLB yang
bersangkutan.

Kejadian ini membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menemui pimpinan Direktorat Jendral Bea Cukai Kementerian Keuangan di Kantor
Bea cukai Soekarno Hatta pada Sabtu malam, 27 April 2024 untuk merespons
keriuhan tiga kasus ini. Ia menginstruksikan Bea Cukai untuk proaktif
memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kebijakan-kebijakan dari berbagai
kementerian dan lembaga yang harus dilaksanakan oleh Bea cukai sesuai mandat
Undang-undang. Ia mengatakan bahwa Bea Cukai adalah trade facilitator (fasilitator
perdagangan), Industrial assistance (mendukung industri dalam negeri),
community protector (menjaga masyarakat) dan revenue collector (menghimpun
pendapatan dari bea masuk atau pajak). Keempat tugas ini dimandatkan dalam
Undang-Undang.

Jika kita telaah dari tugas yang dimandatkan oleh
Undang-undang untuk Bea Cukai maka kita dapat simpulkan bahwa Bea Cukai
posisinya sama dengan pajak yakni sama-sama menjadi sumber pemasukan APBN. Hal
ini wajar dalam sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis yang berdiri atas
dasar materi (untung/rugi). Sehingga tak heran bea cukai pun menjadi lahan
bisnis pengusaha terhadap rakyatnya. Istilah yang sering kita dengar untuk yang
bekerja di bea cukai merupakan “lahan Basah”. Namun dengan viralnya kasus yang terjadi
saat ini bea cukai pun disebut warganet dengan sebutan “tukang palak
berseragam” atau “pemalak legal”.

Bea Cukai dalam Islam

Sistem Islam yang sempurna dan paripurna yang berasal dari
sang Khaliq telah menetapkan segala aturan di semua lini kehidupan tak
terkecuali dalam hal sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomi Islam bea cukai bukan
sumber pemasukan dalam APBN. Dalam sistem ekonomi silam jalur pemasukan kas
negara bisa dari zakat, ghanimah, fai, kharaj, usyr, jizyah, khumus, rikaz
serta tambang.

Cukai (maks) adalah harta yang diambil dari komoditi yang
melewati perbatasan negara, komoditi tersebut keluar masuk melewati perbatasan
tersebut. Nah, inilah yang kita sebut perdagangan luar negeri (perdagangan
internasional). Islam memiliki aturan yang rinci untuk hal ini. Dalam sistem
perdagangan luar negeri ini Islam tidak melihat komoditinya tapi melihat pelakunya.
Bagi sesama pedagang muslim dan ahlul dzimmah (orang kafir yang tinggal di
Khilafah dan taat terhadap aturannya) hukumnya haram memungut cukai untuk
komoditi mereka baik komoditi tersebut masuk ke wilayah khilafah maupun keluar
dari khilafah dengan syarat komoditi tersebut tidak digunakan untuk melawan
kaum muslim. Karena dalam Islam terdapat dua wilayah yakni dar Islam dan dar
kufur maka komoditi tadi keluar masuk dari dar Islam (khilafah) ke dar kufur.
Dar kufur ini adalah yang secara de jure (secara hukum) memerangi kaum muslim
bukan dar kufur secara de facto (secara fakta) sebagaimana 15r431 sehingga
dengan dar kufur ini haram untuk menjalin hubungan perdagangan dengannya.

Selanjutnya, jika pelaku bisnisnya kafir muwahid yang mana
mereka memiliki perjanjian dengan khilafah maka cukai yang dikenakan pada
mereka sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan untuk
kafir harbi maka diperbolehkan untuk memungut cukai namun jumlahnya disesuaikan
berdasarkan pungutan negaranya kepada pedagang muslim. Sebagaimana yang
diriwayatkan dari Abu Mujliz lahiq bin Humaid yang mengatakan “Mereka bertanya
kepada Umar ra., “Bagaimana kita harus memungut dari warga negara kufur jika
memasuki (wilayah) kita? Umar ra menjawab, ‘Bagaimana mereka memungut dari
kalian jika kalian memasuki (wilayah) 
mereka?’, mereka menjawab, ‘mereka (kaum kufur) memungut tarif bea masuk
sebesar 1/10.’ Umar ra berkata, kalau begitu, sebesar itu pula kalian mengambil
dari mereka,’(Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni)

Hal ini hanya dapat terwujud dengan adanya khilafah yang
dipimpin oleh seorang khalifah yang menjadi perisai bagi umat dalam menjalankan
syariat Islam yang telah ditetapkan sang Khaliq sehingga hidup menjadi
sejahtera dan kita semua mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.

Penulis : Ria Nurvika Ginting, SH, MH

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA