Beras Oplosan, Bukti Gagalnya Negara Mengatasi Sektor Pangan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Beras merupakan bahan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, lagi-lagi rakyat dibikin geleng-geleng kepala melihat aksi kecurangan yang terjadi di sektor pangan, tepatnya beras yang dioplos dan dijual dengan kemasan seolah-olah premium. Kemudian, kualitas dan timbangan juga dicurangi. Hal itu sangat memprihatikan karena dilakukan oleh perusahaan besar. (Kompas.com, 13/7/2025)

Rakyat kembali dibuat melongo, bagaimana tidak? Rakyat selalu menjadi sasaran empuk para pengusaha yang rakus. Mulai dari kasus naiknya harga BBM, minyak goreng, dan berbagai kebutuhan hidup yang serba mahal. Mungkin bagi orang kaya hal tersebut tidak menjadi masalah serius. Namun, bagaimana dengan nasib kalangan ekonomi menengah ke bawah? Kebijakan pemerintah yang selalu tidak pro rakyat makin membuktikan bahwa negara tidak pernah betul-betul memikirkan kesejahteraan rakyat. Rakyat hanya dijadikan sebagai ladang bisnis untuk mendapatkan keuntungan.

Akar masalah

Pada dasarnya, kecurangan dan penyimpangan terjadi secara sistematis dan terstruktur. Itulah sistem sekuler kapitalis yang mengakibatkan manusia tidak peduli halal haram. Kehidupan tidak diatur oleh Allah Swt, sehingga wajar jika mereka tidak merasa berdosa ketika berbuat curang. Mereka hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Begitulah paradigma kapitalisme sekuler yang sudah menjerat negeri ini.

Sanksi hukum dalam sistem kapitalisme sama sekali tidak mampu menjaga dan melindungi rakyat. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, mudah dibeli dan bisa diubah-ubah.

Sistem pendidikan ala kapitalis juga terbukti tidak mampu mencetak generasi beriman dan bertakwa, sehingga tidak takut kepada Allah. Akan tetapi, hal itu justru mencetak generasi lemah dan jauh dari Islam. Karena itu, wajar jika generasi yang dihasilkan adalah generasi yang rusak moral dan akhlak.

Kapitalisme memandang bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat adalah sebagai penjual dan pembeli (ladang bisnis). Negara tidak berperan dalam mengawasi pasar, sebaliknya negara menyerahkan pada korporasi. Pengawasan yang tidak ketat dalam mengurusi pangan membuka celah terjadinya kecurangan dari hulu ke hilir.  Semua kekacauan itu akan tetap berlanjut selama tidak ada perubahan secara sistematis.

Padahal, Allah telah membuat aturan yang komprehensif sebagai pemecah persoalan manusia seluruhnya, yaitu Islam. Islam sangat lengkap mencakup hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan dirinya sendiri. Jelaslah bahwa Islam itu luas, bukan hanya mengatur ibadah ritual seperti salat, zakat, dan puasa saja.

Terkait masalah pangan, Islam punyasolusi. Dalam Islam, beras adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Dalam artian, negara bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak rakyat. Seorang pemimpin negara Islam adalah pengurus urusan rakyat yang sudah seharusnya meri’ayah (mengurusi) rakyat. Begitu pun dengan pejabat dalam Islam. Mereka harus jujur dan amanah, tidak gila harta dan dunia.

Islam punya hukum sanksi yang tegas, membuat efek jera sekaligus sebagai penggugur dosa. Dengan begitu, berbagai penyimpangan dan kecurangan bisa diminimalisir. Disisi lain, seorang khalifah sangat ketat dalam mengawasi pasar, bahkan turun langsung ke pasar-pasar untuk mengontrol.

Ada juga pegawai yang memang ditugaskan terjun langsung untuk mengawasi aktivitas di pasar. Jika ada pelanggaran yang terlihat secara langsung, maka bisa langsung ditindak. Di sinilah pentingnya peran negara, yaitu  kebutuhan dasar rakyat bisa sampai kepada rakyat dengan baik tanpa ada kecurangan didalamnya. Islam melarang adanya monopoli pasar, melarang penimbunan barang, dan pengurangan timbangan.

Kunci keberhasilan Islam dalam menyejahterakan rakyat ada tiga pilar, yaitu:

Pertama, faktor ketakwaan individu. Ketakwaan individu dihasilkan dari penerapan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah akan membentuk manusia berkepribadian Islam, menjadikan manusia paham perbuatan baik dan mana perbuatan buruk. Artinya, manusia paham halal haram dan takut dosa.

Kedua, kontrol masyarakat, yaitu dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Masyarakat yang saling mengingatkan dalam kebajikan dan mencegah kemungkaran.

Ketiga, adanya institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu Khilafah Islamiyyah.

Jadi, hanya dengan mencabut sistem sekuler dan mengganti dengan sistem Islam, negara mampu menyejahterakan manusia beserta isinya. Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Dartem,

Sahabat Tinta Media

Views: 16

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA