Maraknya Jual Beli Bayi, Potret Buram Sistem Sekuler

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Maraknya Jual Beli Bayi, Potret Buram Sistem Sekuler

Oleh: Anisa Juliyanti
Sahabat Tinta Media

Belum lama ini kasus perdagangan bayi kembali mencuat. Pelakunya merupakan dua orang perempuan yang berprofesi sebagai bidan. Kasus ini akhirnya terungkap karena adanya sebuah informasi dugaan penjualan bayi di wilayah kota Yogyakarta. Setelah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penyelidikan, pada tanggal 2 desember 2024 ditemukan indikasi kesepakatan pembelian bayi perempuan senilai Rp 55 juta dengan dana awal senilai Rp 3 juta hal ini terungkap setelah ditelusuri dari nomor rekening tersangka. Kemudian pada rabu, 4 desember 2024, pukul 13.00, polda DIY menangkap pelaku dari penjualan bayi tersebut, bertempat di salah satu rumah bersalin di Demakan, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta (republika, 23/12/24).

Bobroknya Sistem Sekularisme

Pada umumnya, kasus perdagangan bayi terjadi karena kondisi sosial yang rentan. Misalnya, pada kondisi perempuan yang hamil dan terhimpit ekonomi untuk bersalin atau ditelantarkan suaminya. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan, seks bebas, hingga perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual atau pulang dalam keadaan hamil.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus perdagangan bayi di antaranya:
Pertama, sisi ekonomi. Ketika seseorang yang berada dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan, kadangkala menjadi pemicu seseorang berbuat kriminal. Saat seseorang telah putus asa dalam mencari pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, akhirnya membuat seseorang tersebut memilih jalan instan demi mendapatkan materi yang diinginkan. Tidak jarang, keterbatasan ekonomi membuat seseorang rela menjual bayinya karena takut tidak bisa membiayainya akibat kemiskinan.

Kedua, sisi sosial. Saat ini banyak di antara generasi kita yang akhirnya terjebak dalam arus liberalisasi, seperti seks bebas, zina, hingga hamil di luar nikah. Mereka yang mengalami hamil di luar nikah memilih untuk menggugurkannya (aborsi). Mereka juga membuang bayi yang baru dilahirkan, menitipkannya di panti asuhan, atau menitipkannya di tempat-tempat yang mau merawat bayi yang dibuang. Kesempatan ini dijadikan ladang bisnis baru oleh oknum-oknum, yakni perdangan bayi dengan mematok harga puluhan juta rupiah.

Ketiga, sisi keimanan yang tipis. Kita ketahui bahwasannya sistem kehidupan sekuler telah menjauhkan manusia dari aturan agama Islam. Mereka menjadi individualis, serta minim empati. Terdapat banyak kasus kejahatan yang kita ketahui bahwasannya masih ada hubungan kekeluargaan antara pelaku dan korban. Pada akhirnya perdagangan bayi pun menjadi sarana bisnis bagi para pelaku kejahatan. Keimanan menipis, nurani pun terkikis. Miris!

Keempat, sisi pergeseran nilai. Dalam sistem sekuler kapialisme ini, nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam menggapai kebahagiaan adalah dengan mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang haram. Kesuksesan serta kebahagiaannya diukur melalui materi. Hal ini justru mendorong manusia untuk berlomba-lomba mencari cuan tanpa memikirkan apakah cara yang diperolehnya itu halal atau haram. Nilai-nilai yang pada akhirnya menjadi standar kehidupan sosial masyarakat hingga membudaya, bahkan dianggap wajar.

Faktor-faktor ini tidak akan berkembang jika negara dapat menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayanan kemaslahatan rakyat. Negara seharusnya mampu menekan angka kejahatan. Negara juga harus tegas dalam memberikan sanksi kepada pardalamku. Belum lagi, kebijakan ekonomi yang hanya mementingkan pemilik modal menjadikan masyarakat makin sulit untuk memenuhi kebutuhan yang layak. Negara juga tidak maksimal menjaga generasi dari kerusakan pergaulan. Segala sesuatu yang merangsang perilaku seks bebas dibiarkan begitu saja. Inilah akibat dari sistem sekuler kapitalisme, sehingga menyebabkan banyaknya kriminalisasi terjadi di masyarakat.

Syari’at Islam sebagai Solusi yang Hakiki

Di dalam Islam standar dan nilai perbuatan dalam Islam terikat dengan syariat Islam. Halal dan haram menjadi pedomam dalam menilai sesuatu. Sistem Islam akan mengoptimalkan peran nagara sebagai penanggung jawab kemaslahatan rakyat, agar kehidupan rakyat berlangsung dengan aman dan sejahtera. Untuk mengatasi kejahatan yang berulang, Islam akan menetapkan dua kebijakan.

Pertama, kebijakan promotif edukatif yakni pembinaan keimanan masyarakat yang akan membentuk ketakwaaan komunal melalui pendidikan. Dalam sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, kurikulum disusun secara terpadu sehingga setiap materi pelajaran mengandung unsur penguatan iman siswa. Hal ini bertujuan membangun rasa takut kepada Allah Ta’ala. Dengan demikian, hal ini menjadi pencegah perbuatan maksiat dan tindak kriminal. Kedua, penerapan sistem pergaulan dan sosial sesua syari’at Islam. Islam telah mengatur pergaulan secara rinci untuk menjaga interaksi antar lawan jenis. Penerapan aturan ini bertujuan untuk menutup celah-celah yang dapat mengarah pada perbuatan maksiat, seperti perzinaan.

Negara juga berperan dalam mencegah maksiat yang dilakukan. Negara bertugas dalam mengontrol dan membersihkan informasi dari unsur-unsur maksiat, seperi pornografi. Kemudian, penerapan sistem ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan individu, sehingga tidak ada orang yang menjual anaknya demi kebutuhan hidup. Hukum syari’at memastikan pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara. Selain itu, sistem sanksi dalam Islam bertujuan seagai pencegah dan penebus. Fungsi pencegahnya mencegah manusia dari kejahatan, sedangkan fungsi penebusnya menghapus dosa pelaku.

Terkait kasus jual beli bayi ini, jelas hukumnya haram dan termasuk ke dalam dosa besar. Hal ini menunjukkan betapa masyarakat berada pada tingkat kerusakan yang parah. Keharaman dalam memperjual-belikan bayi (anak) ini berdasarkan kepada sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah ra. Nabi Saw. bersabda:

Telah menceritakan kepada saya Bisyir bin Marhum, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim dari Isma’il bin Umayyah dari Sa’id bin Abi Sa’id dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi ﷺ bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya”. (HR. Bukhari No. 2075).

Adapun sanksi bagi pelaku yang memperjual-belikan bayi ini adalah berupa hukuman takzir yang ditetapkan oleh pemimpin (khalifah) berdasarkan pada jenis pelanggarannya. Bisa dikenai sanksi penjara, pengasingan sampai hukuman mati. Demikianlah, penerapan Islam secara kaffah mampu menghasilkan individu yang taat dan mencegah perilaku yang melanggar norma-norma serta menghalangi bentuk tindak kejahatan dengan sanksi yang tegas dan adil.

Wallahua’lam bisshowwab.

Views: 2

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA