Penghormatan kepada Negara Pengusung Islamofobia, Layakkah?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Presiden Prabowo Subianto mengucapkan selamat datang kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron dan delegasinya saat menginjakkan kaki di Indonesia. Kedatangannya disambut hangat sebagai bentuk kehormatan besar, sekaligus merayakan 75 tahun hubungan diplomatik dan lebih dari satu dasawarsa kemitraan strategis hubungan bilateral atas kerja sama politik yang kuat (Kompas.com, 28/5/2025).

Hal senada dikatakan oleh pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana. Ia menilai bahwa kunjungan Presiden Perancis bukan sekadar simbolis, khususnya saat mendatangi Akademi Militer (Akmil) Magelang serta Candi Borobudur. Saat itu, tampak adanya penguatan kerja sama pertahanan dan diplomasi kebudayaan serta keyakinan Perancis terhadap potensi Indonesia sebagai mitra strategis, termasuk dalam pengembangan industri alutsista (MetroTV, 29/5/2025).

Selain itu, Andi Amran Sulaiman, selaku Menteri Pertanian mengatakan, pihaknya sudah meneken Declaration of Intent (DOI) dengan Eric Lombard sebagai Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Perancis. Kita tahu bahwa Indonesia telah mendatangkan impor sapi atau produk susu dari Perancis, dan sebaliknya, Perancis menerima ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia (Beritasatu.com, 30/5/2025).

Lawatan resmi Macron pada 27-29 Mei 2025 menjadi momentum untuk memperjelas hubungan bilateral kedua negara, dan menghasilkan sederet kesepakatan strategis mencakup sektor infrastruktur, energi, kesehatan, hingga budaya. Selain itu, mereka juga membahas berbagai isu strategis, mulai dari peningkatan investasi, hilirisasi mineral penting untuk ekosistem kendaraan listrik, hingga kerja sama penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA).

Tak tanggung-tanggung, sebanyak 27 nota kesepahaman diteken antara pemerintah, lembaga, dan dunia usaha Indonesia-Perancis, dengan nilai komitmen mencapai US$11 miliar. Kerja sama ini meliputi sektor-sektor strategis, seperti energi, transportasi, pangan, kesehatan, telekomunikasi, pendidikan, dan infrastruktur. Forum bisnis ini diikuti 368 delegasi, termasuk 70 perusahaan terkemuka Prancis (Tempo.co, 30/5/2025).

Perlu kita cermati, apakah sambutan hangat kedatangan Macron dan delegasinya patut kita lakukan? Kaum muslimin tidak boleh lupa atau menutup mata terhadap negara-negara, termasuk Perancis yang mengizinkan kejahatan dan kebencian terhadap umat Islam dengan melegalkan Islamofobia.

Mirisnya, sikap tegas membela kemuliaan agama telah hilang karena penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem batil ini memandang hubungan antarnegara berdasarkan asas manfaat semata. Pemimpin muslim abai atas sikap negara yang sudah melecehkan Islam mulai dari gambar kartun yang menghina Nabi Muhammad saw., pembakaran Al-Qur’an, pelarangan masjid, hijab, burka dan lainnya.

Alain Gabon, Pakar Islam dari Universitas George Town, juga menjelaskan bahwa selama masa jabatan Macron, secara konsisten, baik dari wacana, perbuatan, ataupun kebijakannya tidak hanya memperburuk penolakan dan diskriminasi yang sudah terjadi, tetapi juga membawa ke tahap penganiayaan yang nyata, mengingat setelah Perang Salib, Paus Urbanus II telah memelopori perang terhadap Islamisme (Sindonews.com, 13/3/2024).

Pada sumber yang sama pula, seorang peneliti ilmu politik di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional (CNRS), Julien Talpin mengemukakan bahwa masa jabatan Macron adalah masa yang “suram” bagi muslim Perancis karena penerapan regulasi separatisme pada musim panas 2021 yang secara tidak adil hanya mengasingkan komunitas muslim dan membatasi kebebasan beragama. Ini jelas sangat merugikan umat muslim di sana, selain puluhan masjid terpaksa ditutup, organisasi Collective Against Islamofobia In France (CCIF) juga dihentikan, dan beberapa badan amal muslim ditiadakan.

Oleh karena itu, tindakan tegas mempertahankan kemuliaan agama seharusnya ditunjukkan oleh pemimpin negeri muslim, terlebih masyarakat Indonesia kebanyakan beragama Islam. Akan tetapi, sebaliknya, pemerintah malah melakukan jalinan yang lebih harmonis dengan alasan saling menghormati dan prinsip-prinsip yang dianut bersama, yaitu kedaulatan, kemerdekaan, menghormati hak-hak asasi manusia, dan demokrasi menurut Presiden Prabowo (Kompas.com, 28/5/2025).

Islam secara umum membagi manusia dalam tiga kelompok, yaitu Islam, kafir dan munafik. Sikap tabiat orang yang selalu menghina dan menistakan adalah akhlak para musuh Allah, yaitu orang kafir dan munafik.

Orang kafir sendiri dibagi menjadi dua, yaitu kafir harbi (orang kafir yang secara terang-terangan membenci Allah dan Rasul-Nya) dan kafir al-‘ahdi (yang terikat perjanjian). Kafir harbi merupakan orang kafir yang mendapat perintah untuk diperangi sejak zaman Rasulullah saw.

Pandangan yang diberikan Islam mengenai sikap kita terhadap kaum yang telah membenci agama Allah Swt. sangat jelas, seperti dalam firman-Nya,

”Dan perangilah mereka itu, sehingga tak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allâh belaka. Apabila mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tak ada permusuhan (lagi), kecuali kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah:193).

Dari ayat tersebut jelas bahwa kita harus memerangi orang-orang yang sengaja menghina dan memusuhi Islam, bahkan harus dibunuh.

Inilah yang sepatutnya dijadikan pedoman setiap muslim, terutama para pemimpin negeri. Sayangnya, hal ini tidak terjadi, sampai dengan tegaknya negara Khilafah yang kuat dan mampu bersikap tegas terhadap negara-negara pengusung islamofobia.

Khilafah telah menorehkan sejarah dengan banyaknya contoh sikap tegas para khalifah atas negara penjajah dan kebijakannya yang menghina Islam. Umat Islam patut memiliki negara yang kokoh, baik dari aspek ekonomi, politik ataupun militer, juga berpengaruh dalam tatanan hubungan negara-negara di dunia sebagaimana pernah diraih oleh daulah Islam dan kekhalifahan.

Sampai kapan lagi kita diam, membiarkan agama yang agung ini dihina dan umatnya didiskriminasi, dilecehkan, bahkan dianiaya? Waktunya umat berdiri dan berjuang bersama mewujudkan negara Khilafah yang akan menjadi tameng, serta menjadi negara adidaya yang disegani negara-negara lain agar Islam kembali berjaya. Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Umi Kulsum
Sahabat Tinta Media

Views: 10

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA