Tinta Media – Perempuan memiliki peran penting dalam membersamai
perubahan. Karenanya, generasi bisa menjadi tonggak perubahan sekaligus menjadi
penyumbang kejahatan. Maka, betul ketika dikatakan bahwa untuk mengetahui suatu
negara bangkit atau tidak, lihatlah perempuannya. Kalau perempuannya baik, maka
baiklah negara tersebut dan jika perempuannya rusak, maka rusak pulalah negara
tersebut.
Perempuan pada saat ini mengalami kemunduran dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik generasi. Bagaimana tidak? Saat ini
perempuan disibukkan dalam aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga
waktu yang harusnya digelontorkan untuk anak beralih untuk mencari pundi-pundi rezeki.
Sementara, perempuan di dunia yang mengedepankan aspek
keuntungan materi justru merasakan akibatnya. Mereka dieksploitasi di dunia
kerja dengan alasan profesionalitas demi menarik para pembeli barang dan
pengguna jasa. Wajar jika di bagian
kriteria pekerja selalu ditekankan bahwa mereka harus berpenampilan menarik.
Maka, mereka yang mampu mengikuti ketentuan-ketentuan
tersebutlah yang bisa menempati posisi yang ditetapkan, sedangkan mereka yang
konsisten untuk tetap berpenampilan sesuai syariat, kecil kemungkinan untuk
mendapatkan posisi tersebut.
Bukan hal yang mustahil jika perempuan berlomba-lomba
mencapai jenjang karier yang lebih tinggi karena adanya tekanan dan gaya hidup,
serta mengikuti kelas-kelas yang ada di masyarakat. Mereka terlupa akan peran
yang sesungguhnya, yaitu melindungi diri dan mendidik generasinya.
Perempuan didorong untuk terlibat dalam dunia
ketenagakerjaan sebagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Tidak hanya
itu, negara pun diarahkan dunia untuk mengembangkan sektor non-strategis,
termasuk pariwisata, sementara sektor strategis seperti penguasaan SDA dikuasai
oleh negara penjajah.
Inilah sistem kapitalisme yang telah menjadikan perempuan
dihargai jika menghasilkan uang. Sejatinya, perempuan telah menjadi tumbal
kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Sistem ini telah melibatkan perempuan sebagai penggerak ekonomi.
Padahal, upaya tersebut justru merusak fitrah perempuan dan
akan membahayakan nasib anak-anak, baik karena ibunya pergi bekerja maupun
adanya dampak buruk dari pariwisata yang berpotensi menimbulkan perang budaya
akibat benturan paham dan kebiasaan.
Bukannya menjadi solusi perbaikan hidup, kaum perempuan
malah menambah beban yang berpotensi pada pelanggaran batas-batas norma dan
agama. Inilah hal yang ditawarkan oleh kapitalisme sekuler sebagai solusi
permasalahan hidup.
Penentu arah hidup bukan lagi agama, melainkan asas
kepentingan dan manfaat apa yang diberikan untuk menjalani hidup.
Islam memiliki sistem ekonomi yang mumpuni untuk memberikan
jaminan kesejahteraan terhadap rakyat, termasuk perempuan dengan berbagai
mekanismenya. Dalam mengatur perekonomian negara, Islam memiliki pos
pemasukan yang jelas, seperti harta zakat, pengelolaan sumber daya alam, fa’i,
jizyah, dan lain-lain.
Pengelolaan atas harta tersebut memang diperuntukkan bagi
pelayanan masyarakat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi para lelaki
agar mampu mengemban amanah sebagai pencari nafkah.
Para wanita juga bisa fokus menjalankan amanahnya sebagai
ummu warobbatul bait serta mendidik putra-putrinya menjadi generasi tangguh dan
bermartabat karena tidak adanya beban tambahan untuk mencari nafkah yang telah
diampu oleh para lelaki.
Perempuan amat dijaga fitrahnya dan dijamin kesejahteraannya
oleh negara sebagai junnah atas rakyatnya, sehingga pelayanan kepada rakyat
harus maksimal. Bahkan, jika ada satu keluarga yang tak memiliki pencari
nafkah, yakni laki-laki yang mampu, maka negaralah yang bertugas untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga tersebut.
Inilah pelayanan total yang akan dilakukan negara di dalam
Islam, agar pelaksanaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki
terlaksana secara ideal, sehingga tidak akan menambah beban sebelah pihak. Akan
tetapi, semua mampu berjalan beriringan dengan adanya jaminan negara.
Islam menjadikan perempuan mulia bukan diukur dari jumlah
materi yang dihasilkan, tetapi seberapa mampu ia menjalankan perannya sebagai
ummu warobbatul bait dan pencetak generasi yang mulia di atas dasar Islam
sebagai pegangan hidup. Wallahualam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd., Aktivis Muslimah
Views: 0