Rakyat Dikejar Pajak, Kezaliman Tersistemik

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kenaikan PPN 12 persen adalah kabar buruk sekaligus kebijakan zalim, alasan pemerintah menyesuaikan amanah UU no 7 tahun 2021 adalah tak berdasarkan fakta sekaligus bentuk kelalaian dalam menjalankan pengurusan hajat hidup masyarakat.

Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana kenaikan ini dilakukan secara bertahap. Sebelumnya, pada 1 April 2022 telah ada kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen (Tempo.co, 23/12/2024).

Indonesia negeri yang kaya sumber daya alam, sangat mengherankan jika pemerintah kekurangan pemasukan dan opsi yang dipilih adalah menarik pajak. Tidak hanya pajak, pemerintah juga berutang untuk memenuhi pendapatan negara. Ngerinya, utang negeri ini hingga akhir 2024 hampir tembus 9 ribu trilyun.

Namun wajar pajak dan utang dijadikan instrumen utama mendapatkan pemasukan dalam sistem kapitalisme demokrasi. Sistem ini menganut asas manfaat, pejabat atau pemimpin hanya sebagai regulator bukan periayah atau pengurus keperluan masyarakat. Bisa di lihat regulasi yang dikeluarkan menguntungkan oligarki, atas dalih swastanisasi berbagai sumber daya alam diserahkan pada kapital. Tentu saja pundi-pundi cuan hanya mengalir pada mereka dan kroninya. Kekayaan alam tidak berkolerasi dengan kesejahteraan rakyat meski 8 kali ganti pemimpin di negeri ini.

Harga kebutuhan pokok yang terus melambung, padahal naiknya harga berbagai komoditas justru menaikkan kekayaan segelintir orang. Contoh, petani selalu merugi karena pupuk, pengairan, bibit, berbagai obat-obatan pertanian, alat mengolah tanah, dan lainnya tidak mudah di dapat, jika pun bisa dibeli dengan harga yang mahal. Tidak ada subsidi bagi petani untuk meningkatkan hasil produksi yang berimbas rendahnya kualitas panen. Nasib petani yang termarjinalisasi, hasil panen hanya untuk menutup biaya produksi tidak lebih.

Contoh lain terkait hutan, bahan tambang seperti emas, perak, minyak, batu bara, timah serta hasil laut yang melimpah dikuasai para kapital dengan dukungan UU. Atas nama investasi kekayaan alam dengan mudahnya dikuasai para pemodal, pajak pun buat konglomerat kerap mendapatkan pemutihan, sementara rakyat terus di kejar pajak. Betul-betul kezaliman tersistemik akibat sistem cacat kapitalisme demokrasi, salah dan menyengsarakan.

Berbagai dalih yang disampaikan tekait kenaikan pajak sejatinya menunjukkan kesalahan paradigma yang muncul dari sistem yang rusak dan sekaligus tidak ada sikap amanah dari para pemangku jabatan. Jabatan bagi mereka adalah kesempatan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya meski menghianati rakyatnya sendiri.

Lain halnya dengan sistem islam, penguasa akan mengurusi rakyat terkait kebutuhan pokoknya. Sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan adalah kewajiban negara menyediakan dengan mudah, murah, hingga gratis. Sikap amanah pemimpin membuat kebijakan bertumpu pada syariat, tidak akan ada kong kalikong dengan pemodal karena mereka sadar ada pertanggung jawaban kelak terkait kepemimpinannya.
Sumber pendanaan diperoleh dari berbagai pos, diantaranya harta milik umum yaitu tambang, hutan, lautan dengan segala kekayaannya akan di kelola negara dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat karena harta umum adalah milik semua orang. Swasta baik lokal maupun luar negeri dilarang menguasai sumber daya alam, tidak ada swastanisasi maupun investasi karena bertentangan dengan syariat dan merugikan negara.

Negara tidak akan menarik pajak atau dharibah kecuali jika keuangan negara tidak mencukupi, pajak hanya di kenakan bagi orang kaya dan jika sudah terpenuhi kekurangannya maka pajak akan dihentikan. Pajak hanya buat muslim, warga negara non islam tidak di kenakan pajak. Artinya pajak ini adalah pilihan terakhir dan ada batasan waktu serta di kenakan pada orang tertentu.

Adapun utang akan dihindari karena utang sama dengan bunuh diri politik, negara akan bergantung pada negara debitur, disetir kebijakannya serta menjadi pintu masuknya penjajahan. Sebagaimana negeri ini telah masuk dalam perangkap penjajahan gaya baru lewat utang. Tentu ada harga yang harus di bayarkan dengan menyerahkan sumber daya alam yang ada. Maka tidak ada jalan lain kecuali dengan menarik pajak dan berutang.

Pendapatan negara juga bisa dari zakat yang penyalurannya buat 8 golongan, zakat maal maupun zakat fitrah akan di kelola negara dan ada pos tersendiri agar tidak tercampur dengan sumber dana yang lain.

Ada lagi harta milik negara yang berasal dari kharaj, jizyah, ghanimah, fai’, khumus, harta milik orang murtad, harta orang yang tidak memiliki waris, tanah yang ditelantarkan tiga tahun berturut-turut dan lainnya. Harta ini digunakan untuk membangun fasilitas negara, seperti gedung pemerintahan, sarana dan prasarananya serta kebutuhan negara yang lain.

Maka, kehidupan yang diatur dengan sistem Islam rakyat tidak terzalimi, sebaliknya kehidupan dalam sistem kapitalisme menciptakan kesengsaraan rakyat karena zalimnya penguasa yang bekerja sama dengan pengusaha.

Allahu a’lam

 

 

Oleh: Umi Hanifah
(Aktivis Muslimah Jember).

Views: 3

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA