Tinta Media – Kementrian Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk kategori rumah tak layak huni akibat kemiskinan ekstrem. Hal itu disampaikan Direktur Jendral Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementrian Perumahan dan Kawasan Permukiman Aziz Andriansyah tentang rumah sederhana layak huni yang digagas PT Djarum di Pendopo, Kudus, Jawa Tengah pada Kamis 24 April 2025. (Beritasatu.com, 25/04/2025)
Jika dilihat, rumah masyarakat Indonesia saat ini memang jauh dari kata layak. Faktanya, banyak sekali kawasan kumuh yang berdiri di sekitar bantaran sungai ataupun di tempat-tempat terpencil yang jarang dikunjungi atau sulit dijangkau oleh masyarakat umum. Hal itu terjadi karena sistem yang diadopsi saat ini adalah sistem yang tidak mendukung masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sampai-sampai kebutuhan yang paling mendasar pun sulit untuk didapat, seperti sandang, pangan, dan papan. Padahal, ketiga hal tersebut merupakan kebutuhan primer, yang jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kematian.
Ini sangat buruk dampaknya bagi suatu negara, jika masyarakat yang ada di dalamnya mengalami kesengsaraan. Pasalnya, kualitas suatu negara ditentukan oleh SDM (sumber daya manusia) itu sendiri. Dan kualitas sumber daya manusia juga ditentukan oleh bagaimana baik buruknya suatu negara dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari rakyat. Dengan adanya periayahan (pengurusan ) yang baik dari negara, maka rakyat pun dengan sukarela akan mudah mengikuti peraturan yang sudah dibuat oleh negara.
Sayangnya, hubungan timbal balik ini tidak kita jumpai di negeri kita, Indonesia. Pemerintah Indonesia yang mengedepankan dan menggilakan materi dan harta, mustahil untuk membantu rakyat secara keseluruhan, karena hal itu dipandang akan mengurangi cuan yang mereka punya. Alhasil, kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah adalah dengan memberikan program renovasi rumah. Akan tetapi, ini bukanlah solusi yang dapat menuntaskan masalah secara keseluruhan.
Rumah yang telah direnovasi tersebut adalah rumah yang dibangun ala kadarnya. Sebab, dasar-dasar pembangunannya pun diperoleh dari bahan-bahan yang kurang berkualitas. Ini menyebabkan kesenangan masyarakat dapat pudar sewaktu-waktu jika rumah tersebut mengalami musibah atau bencana.
Islam Hadir Menyelesaikan Masalah
Hal itu berbeda di sistem Islam. Islam memandang bahwa kebutuhan sandang, pangan, dan papan merupakan hal yang wajib atau urgent dipenuhi terlebih dahulu. Dalam Islam, dikenal adanya istilah hajjatul udhwiyyah, yaitu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, seperti makan, minum, tidur, dan lain sebagainya. Ini termasuk papan, yang sebenarnya fungsinya tidak sekadar melindungi dari teriknya panas matahari dan dinginnya curah hujan saja, tetapi juga melindungi privai-privasi, termasuk aurat pemilik rumah yang semestinya tidak dibiarkan begitu saja terlihat oleh orang lain yang tak pantas dan tidak diperbolehkan syara’ untuk melihatnya.
Pembangunan dan kepemilikan rumah layak huni juga mudah diakses dalam sistem Islam. Ini karena regulasi Islam dan kebijakan Khilafah sendiri memiliki visi dan misi mulia, yakni mengedepankan kepentingan umat daripada kebutuhan pribadi seorang khalifah. Khalifah (kepala negara) tidak pernah mengedepankan harta dan materi karena mengemban tugas sebagai kepala negara akan dimintai tanggung jawab oleh Allah. Ia akan ditanya tentang kepengurusannya dalam meriayah masyarakat. Maka, dalam naungan Khilafah, masyarakat tak lagi sulit mendapatkan rumah layak huni. Wallahu a’lam bi- ash shawwab.
Oleh: Marsa Qalbina N
sahabat Tinta Media
Views: 28