Tragedi Haji Gagal: Tanggung Jawab Negara Dipertanyakan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kisah menyedihkan menimpa Heri Risdyanto bin Warimin, calon jemaah haji asal Bandung, yang harus pulang dari Tanah Suci hanya mengenakan kain ihram. Padahal, ia berangkat bersama istri dan kedua orang tuanya yang lanjut usia dengan dokumen lengkap. Namun, setibanya di Bandara Jeddah, visa hajinya tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh pihak yang hingga kini belum jelas identitasnya.

Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menyampaikan bahwa berdasarkan penelusuran, Heri memiliki rekam jejak bersih. Ia terakhir kali menunaikan umroh pada 2022 dan tidak dalam daftar hitam otoritas Arab Saudi. Ia pun dipulangkan ke Indonesia dengan penerbangan pukul 08.35 waktu setempat, tanpa diberi kesempatan mengganti pakaian atau mengambil barang-barangnya.

Kejadian ini mengundang keprihatinan mendalam, bukan hanya karena Heri gagal berhaji, tetapi juga karena tidak adanya perlindungan, advokasi, atau pendampingan yang layak dari petugas haji Kementerian Agama. Heri merasa ditelantarkan di negeri orang, tidak diberi pelayanan yang semestinya untuk seorang tamu Allah yang telah menjalankan semua prosedur dengan benar.

Lebih memprihatinkan lagi, beredar narasi bahwa Heri sendiri yang mengajukan pembatalan keberangkatan. Klaim ini dibantah keras oleh Heri. Ia menantang siapa pun untuk menunjukkan bukti atau dokumen tersebut, bahkan bersedia dikonfrontasi kapan pun. Bagaimana mungkin seseorang yang visanya dibatalkan tetap memperoleh paspor, tiket, fasilitas penginapan, serta sampai ke Bandara Jeddah?

Tragedi ini menjadi sinyal bahaya bagi sistem penyelenggaraan haji yang seharusnya menjunjung tinggi asas profesionalitas dan kepastian layanan.

Pandangan Islam

Dalam Islam, haji adalah rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang mampu. Islam memandang penguasa (raain) sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas urusan rakyat, termasuk dalam urusan ibadah haji. Negara harus memastikan semua kebutuhan jemaah terpenuhi—dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga keamanan, dan legalitas dokumen. Tidak boleh ada satu pun warga negara muslim yang kehilangan haknya untuk beribadah karena kelalaian administratif atau kekacauan sistem.

Kisah Heri menjadi bukti nyata bahwa penyelenggaraan haji saat ini masih jauh dari standar ideal. Bila sistem birokrasi dan pengelolaan dibiarkan seperti sekarang—yang terlalu terfragmentasi, tidak transparan, dan minim tanggung jawab—maka jemaahlah yang akan terus menjadi korban.

Dalam sistem Islam yang menyeluruh, seperti Khilafah, haji diatur secara terpusat dan terkoordinasi lintas wilayah muslim, dengan prinsip dasar melayani tamu Allah dengan penuh kehormatan dan kesungguhan.

Dalam sejarah Islam, para khalifah menugaskan pejabat khusus untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan kelengkapan kebutuhan jemaah haji dari segala penjuru negeri. Tidak ada pengabaian, apalagi pengusiran diam-diam terhadap jemaah sah. Bahkan, jika ada masalah di perbatasan atau titik masuk, negara akan turun langsung mengklarifikasi dan menyelesaikannya dengan sigap dan terbuka.

Apa yang dialami Heri mencerminkan lemahnya kontrol, minimnya empati, dan buruknya koordinasi antarlembaga dalam penyelenggaraan haji saat ini. Tidak cukup hanya menyebut bahwa “masih akan ditelusuri dan diklarifikasi” ketika seorang jemaah sudah dikirim pulang hanya dengan kain ihram yang menempel di tubuhnya, menyimpan luka dan kekecewaan yang tak mudah disembuhkan.

Komnas Haji telah menerima seluruh dokumen pendukung Heri yang lengkap dan sah. Namun, hingga kini belum ada kejelasan, apalagi permintaan maaf atau pemulihan hak. Jika negara terus abai terhadap suara jemaah seperti Heri, bukan tidak mungkin kepercayaan umat terhadap penyelenggaraan haji akan terkikis, bahkan runtuh.

Sudah saatnya negara hadir secara penuh dan bertanggung jawab atas urusan ibadah rakyat. Haji bukan sekadar ritual tahunan, tetapi panggilan suci yang seharusnya dimuliakan oleh sistem yang menjamin keadilan, keamanan, dan pelayanan tertinggi—sebagaimana Islam telah mengajarkan dan mencontohkan.

 

Oleh: Asyrofah

(Pemerhati Remaja)

Views: 17

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA