Tinta Media – Pengamat Ekonomi dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak Razak menilai korupsi di Indonesia sudah menjadi bagian budaya dari kehidupan birokrasi dan korporasi.
“Berbicara korupsi di Indonesia ya sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya kehidupan birokrasi dan korporasi di tanah air,” ucapnya dalam Focus to Change: Ramadhan dan Pemberantasan Korupsi di kanal Youtube One Ummah TV, Ahad (2/3/2025).
Ia mendasarkan penilaiannya dari indeks korupsi Indonesia tahun-tahun terakhir terus menurun (semakin naik indeksnya, semakin bersih dari korupsi-red) sehingga ini menjadi konfirmasi adanya berbagai macam kasus korupsi baik yang terekspos maupun tidak terekspos.
“Apa yang terjadi pada kasus korupsi di PT Pertamina Patraniaga itu kan hasil pemeriksaan BPK dalam kurun 2018 sampai 2023. Jika kita buka laporan BPK tiap tahunnya baik pada kasus di pemerintah pusat, lembaga negara, kementerian, dan pemerintah daerah itu hampir semua laporan-laporan keuangan itu penuh dengan indikasi-indikasi korupsi,” bebernya.
Ia mengungkapkan dari laporan-laporan BPK sebagian itu ditindaklanjuti oleh Kejaksaan atau KPK, sebagian lagi dipetieskan tergantung isu apa yang diangkat dalam pemeriksaan.
“Dalam kasus korupsi di Pertamina yang tidak terungkap indikasinya jauh lebih besar lagi. Ditambah persepsi korupsi Indonesia di mata internasional juga semakin buruk dengan ditetapkannya Jokowi sebagai salah satu nominator dari tiga orang presiden yang paling korup. Ini semakin memastikan praktik korupsi di Indonesia sudah membudaya,” urainya.
Menurutnya, korupsi ini sangat destruktif bagi pembangunan yang menyebabkan kegiatan ekonomi terhambat, seret investasi, modal tidak efisien, dan pertumbuhan ekonomi juga akan semakin melambat.
“Selama Indonesia belum bisa menyelesaikan masalah korupsinya, maka kualitas pembangunan akan sangat buruk dan pertumbuhan ekonomi juga melambat,” pungkasnya.[] Erlina
Views: 2