Kampus Kelola Tambang, Orientasi Pendidikan Makin Salah Arah

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Kampus Kelola Tambang, Orientasi Pendidikan Makin Salah Arah

Oleh: Ai Ummu Putri
Sahabat Tinta Media

 

Wacana Pemerintah memberikan izin untuk kampus mengelola tambang membuat Rektor Universitas Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid mempertanyakan dasar kampus yang mendukung usulan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada Perguruan Tinggi dalam Perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Ia menuturkan kurang bisa memahami pola berpikir kampus yang merespon positif usulan tersebut dan menyatakan siap mengelola tambang. Padahal, jelas-jelas membutuhkan modal yang besar untuk bisa melakukannya. “Jika kita ikuti logika para pendukung, dari informasi yang saya dapat investasi pertambangan sangat tinggi, kampus dapat uang dari mana? Dana pendidikan ketika digunakan untuk usaha nonpendidikan akan ada implikasi termasuk di sisi perpajakan,“ ujar Fathul (cnnindonesia.com, Sabtu 25/01/25).

Logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi rusak dengan pola berpikir bisnis, yakni mengejar profit yang sebesar-besarnya dengan godaan pengabaian etika. Akan ada kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan dari aktivitas pertambangan. Kampus sebagai lembaga pendidikan harus fokus membentuk syakhshiyyah Islam dan generasi unggul dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat.

Pro kontra muncul saat Baleg DPR RI menerbitkan aturan baru untuk memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau WIUP kepada perguruan tinggi dan UMKM. Usulan ini tertuang dalam pembahasan RUU Minerba yang dibahas jelang waktu reses.

Kampus mengelola tambang terjadi dimungkinkan karena adanya otonomi kampus yang membuat kampus mencari pendapatan mandiri. Usulan ini sejatinya akan membelokkan orientasi kampus. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PT PTN BH). Selain itu, hal ini juga menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai/pelindung) yang bertanggung jawab atas pemenuhan publik atas kebutuhan akses ke Perguruan Tinggi dan pengelolaan tambang sebagai harta milik umum.

Bergesernya kampus yang berorientasi mengejar materi adalah dampak dari kapitalisasi pendidikan. Dalam sistem kapitalisme, pembiayaan ditanggung orangtua atau personal sehingga menjadi sangat berat dan menutup peluang mahasiwa yang miskin mengenyam pendidikan tinggi. Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syakhshiyyah Islamiyyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat.

Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya bukan yang lain termasuk kampus. Sejatinya, dalam Islam pengelolaan tambang tidak diserahkan kepada individu, organisasi, atau kelompok tertentu bahkan kampus, melainkan harus negara yang mengelola dengan propesional kemudian hasilnya diserahkan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan umum negara untuk rakyat termasuk pendidikan.

Wallahu a’lam bish shawwab

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA