Mengharapkan Pemuda Berkualitas, Modal Pendidikan Tak Ikhlas?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

“Kak, mau ngajar di lembaga ini? Nggak, ah, gajinya nggak sesuai.”

Tinta Media – Miris, pernyataan semacam ini sering penulis temui.
Akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa saat ini banyak orang bersedia mengajar
di lembaga tertentu sesuai dengan nilai materi yang diinginkan.

Maka, wajar jika ternyata hasil dari pendidikan saat ini
tidak bisa membentuk kepribadian yang baik pada anak karena mereka bekerja
hanya untuk mendapatkan nilai materi, bukan sebagai orang yang bertanggung
jawab besar mencerdaskan generasi untuk kehidupan masa depan.

Jika kondisi ini terus berlangsung, maka masa depan bangsa
ini sangat menghawatirkan. Sejatinya, seorang guru menjadi tempat atau rujukan
dalam menimba ilmu untuk bekal kehidupan di masa depan. Nyatanya, mereka tidak
begitu mempedulikan hal tersebut. Yang terpenting bagi mereka adalah masuk
kelas, lalu mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan.

Tidak ada yang salah jika seorang guru mengharapkan upah
lebih untuk bisa mencukupi semua kebutuhannya. Namun, jika hanya itu yang
menjadi standar dalam mengajar, maka para siswa akan kehilangan hakikat
pendidikan yang semestinya mereka dapatkan.

Penulis rasa, sudah begitu banyak fakta yang menunjukkan
tentang kebobrokan para pelajar saat ini. Mereka mabuk-mabukan, tawuran,
pacaran, balap liar, hamil di luar nikah, dan lain-lain. Tentu semua itu bisa
terjadi karena pola pendidikan yang salah. Sebab, jika proses pendidikan
dijalankan dengan tepat dan benar, pasti akan membekas pada pemahaman mereka
tentang kebenaran dan kebaikan.

Fakta Buruk pada Pelajar

Akibat kurangnya tanggung jawab seorang guru kepada pelajar,
akhirnya kebobrokan generasi saat ini semakin meluas. Salah satunya adalah
kasus bullying  dan perundungan yang
terjadi di mana-mana.

Tidak cukup hanya pelajar yang melakukan pelanggaran hukum,
para pendidik pun juga banyak yang terlibat.

Kerusakan generasi saat ini sangatlah fatal. Mereka sudah
tidak memiliki batasan dalam melakukan aktivitas. Semuanya dibebaskan.
Mengingat kebebasan berekspresi yang dilakukan pendidik dan juga pelajar,
penulis sedikit berkaca dari kurikulum merdeka yang saat ini digencarkan secara
masif. Bukan karena apa-apa, hanya saja kita perlu sedikit menyoroti terkait
makna merdeka yang saat ini sedang digaungkan.

Makna merdeka itu sendiri adalah bebas. Namun perlu digaris
bawahi, ketika ada yang menggaungkan kebebasan, kita harus mencari tahu
kebebasan dalam hal apa terlebih dahulu. Sebab, jika kebebasan yang dimaksud
adalah membiarkan kerusakan merajalela, maka itu adalah tindakan yang salah.

Hal demikian juga berlaku dalam dunia pendidikan. Jika di
dalam kurikulum merdeka saat ini pendidikan dimasifkan dengan gerakan kebebasan
dalam berekspresi, maka patut bagi kita untuk memprotes hal tersebut. Ini
karena dari situlah cikal bakalnya kerusakan generasi.

Atas kurangnya tanggung jawab seorang guru, maka tidak heran
jika generasi saat ini tidak lagi peduli baik buruk, pantas tidak pantas, sopan
dan tidak sopan. Bisa dikatakan, mereka minim kepribadian. Oleh karena itu,
mereka akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangannya.

Maka, muncullah istilah hedonisme. Melihat fakta generasi
saat ini, pikiran penulis melompat jauh ke negara Barat. Apakah semua sikap
hedon yang dilakukan generasi saat ini terpengaruh oleh budaya Barat yang serba
bebas?

Pendidikan Langkah Awal Mencerdaskan Generasi Masa Depan

Jika benar generasi saat ini telah terpengaruh oleh budaya
hedon Barat, maka hancurlah negeri ini kalau tidak segera diputus rantai
penyebarannya. Sebab, generasi muda adalah pewaris kehidupan di masa depan.

Oleh karena itu, mari kita saling bahu-membahu untuk
menyadarkan generasi saat ini agar tidak lagi terjerumus pada jebakan hidup
yang heodnis ini.  Ini karena tujuan awal
mereka diberi pendidikan adalah untuk menjadi generasi berkualitas supaya kelak
bisa menjadi problem solver untuk bangsa ini.

Seperti yang pernah dikatakan oleh presiden pertama Afrika
Selatan, yaitu Nelson Mandela bahwa, “Pendidikan adalah senjata paling
mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia.”

Apa yang disampaikan oleh Nelson Mandela itu benar. Pada
zaman Rasulullah, beliau telah berhasil mencetak generasi tangguh, sehingga
saat ini kita bisa menikmati indahnya beragama Islam.

Tidak bisa dibayangkan, tanpa perjuangan generasi setelah
Rasulullah, bisa dipastikan kita tidak akan pernah bisa merasakan, walaupun
hanya mencium baunya Islam. Dari sejarah yang pernah terjadi, penulis menarik
kesimpulan bahwa sistem Islam telah berhasil mendidik generasi menjadi generasi
berkualitas dan menjadi agen perubahan pada dunia.

Untuk itu, dalam menjalankan syariat Islam, kita tidak akan
pernah mampu melakukan jika negara tidak menerapkan sistem tersebut. Oleh
karena itu, setiap negara harus ikut berkontribusi untuk kemerdekaan dunia ini
dengan cara, masing-masing negara bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan
sistem Islam untuk diterapkan di seluruh dunia. Wa’allahu a’lam bishawab.

Oleh: Winarti, Script Writer dan Content Creator

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA