Tinta Media – Penyiksaan terhadap anak kembali terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi. Korbannya adalah anak berumur 2 tahun. Pelakunya merupakan sepasang suami-istri yang bernama AYS (28 tahun) dan YG (24 tahun).
Pemicu terjadinya kekerasan adalah korban yang selalu rewel dan sering menangis. Hal tersebut diungkapkan oleh AKP Shilton, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing. (Kompas.com)
Pada tanggal 23 Mei 2025, ibu korban IS (21), menitipkan korban kepada dua pelaku pembunuhan.
“Selama dititipkan, bayi tersebut sering mengalami penganiayaan,” ungkap Shilton.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penganiyaan terhadap korban dilakukan di dua lokasi, yaitu di rumah orang tua korban dan di rumah kontrakan pelaku. Pelaku mencubit, memukul, menampar, memukul pantat setiap korban menangis dan rewel. Bahkan, pelaku juga mengikat kedua tangan dan kaki, serta mulut dengan lakban.
Sungguh miris, seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang justru menjadi korban kebiadaban oleh orang terdekat. Bukan hanya kekerasan fisik, tetapi yang lebih menyayat hati, sering kali terjadi kekerasan seksual terhadap anak. Bahkan yang lebih memilukan lagi, kekerasan tersebut dilakukan oleh orang terdekat/ keluarga sendiri. Perlu diketahui bahwa, maraknya tindak kekerasan seksual terhadap anak bukanlah tanpa sebab.
Akar Masalah
Setelah ditelaah lebih mendalam, ada beberapa faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, antara lain adalah faktor ekonomi, lemahnya iman, individualis, dan hilangnya _amar ma’ruf nahi mungkar_ di tengah masyarakat.
Terkait faktor ekonomi, kondisi perekonomian saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Seperti kita ketahui bersama bahwa masyarakat saat ini dihadapkan pada kondisi yang serba sulit, harga kebutuhan pokok mahal, biaya pendidikan dan kesehatan juga mahal. Walaupun ada BPJS dan bansos, faktanya hal itu hanya solusi tambal sulam atau pragmatis. Mirisnya lagi, lowongan pekerjaan juga susah. Yang sudah bekerja pun banyak yang di-PHK. Itulah salah satu faktor pemicu terjadinya berbagai macam persoalan, termasuk kekerasan.
Faktor keimanan juga sangat berpengaruh terhadap rapuhnya bangunan keluarga. Pasangan suami istri yang lemah iman akan mudah terbawa emosi ketika ada permasalahan keluarga. Adapun faktor lainnya adalah seorang suami maupun istri yang tidak memahami peran dan fungsi mereka sebagai orang tua. Hal itu juga memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak.
Di sisi lain, faktor tayangan media sosial yang bebas tanpa kontrol dari negara juga sangat berpengaruh pada maraknya kekerasan terhadap anak maupun dewasa. Tontonan yang tidak mendidik dan serba bebas sangat berbahaya bagi generasi saat ini.
Faktor lainnya adalah kehidupan yang individualis, sehingga tidak ada _amar makruf nahi mungkar_ di tengah masyarakat.
Sungguh, berbagai persoalan itu berawal ketika negara tidak menerapkan syariat Islam dalam mengatur kehidupan. Negara justru mengambil sistem buatan manusia, yaitu kapitalisme sekuler. Agama tidak punya peran untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga, wajar jika kehidupan hari ini karut-marut. Kerusakan moral, individu, dan masyarakat semakin menggila saja.
Walaupun sudah ada undang-undang perlindungan anak, tetapi peraturan tersebut belum mampu menyelesaikan persoalan terkait anak. Hal itu wajar saja, karena undang-undang sekuler kapitalis buatan manusia memang lemah dan tidak sahih. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan hanya tambal sulam, yang justru akan menambah masalah baru. Kekerasan terhadap anak justru makin merajalela dan memakan banyak korban. Itulah bukti kegagalan sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri-negeri muslim saat ini. Generasi makin terancam dan tidak mendapat perlindungan dari negara.
Solusi Islam
Ini berbanding terbalik dengan pandangan terhadap sistem Islam. Islam memandang bahwa anak adalah anugerah yang harus dijaga dan dilindungi, bukan disiksa atau dilecehkan. Sistem Islam sangat memanusiakan manusia, karena sesuai dengan fitrah. Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, semua rakyat akan diurus dan dilindungi. Bukan hanya anak, tetapi seluruh manusia, baik muslim maupun nonmuslim akan terlindungi dan terjaga jiwanya.
Islam akan membentuk keluarga yang tangguh dan mempunyai kepribadian Islam. Ketahanan keluarga dalam Islam itu sangat penting sebagai pencetak generasi unggul.
Dalam Islam, khalifah akan bertanggung jawab memberi kebutuhan dasar kepada setiap keluarga. Bukan hanya itu, negara Islam memberi pemahaman tentang fungsi dan tujuan sebuah keluarga. Seorang kepala rumah tangga harus paham tentang tugas dan kewajibannya, begitu pun dengan seorang istri. Masing-masing mengetahui hukum-hukum Islam sebagai panduan untuk mewujudkan sebuah keluarga yang _sakinah mawadah warahmah_. Tayangan medsos akan mendapat penjagaan dan kontrol yang sangat ketat dari negara.
Media sosial tidak boleh sembarangan dalam menayangkan sesuatu, apalagi yang merusak tatanan keluarga dan generasi muda. Sebaliknya, negara akan menerapkan sistem pendidikan berlandaskan akidah Islam yang akan melahirkan generasi beriman dan bertakwa, serta mempunyai kepribadian Islam. Di samping itu, sanksi tegas dalam Islam akan mampu melindungi anak-anak dan juga orang dewasa. Walhasil, hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah sajalah anak-anak akan hidup aman dan nyaman.
Jelaslah bahwa akar permasalahan yang sistemik hanya bisa diselesaikan secara sistematik, tidak bisa hanya dengan solusi tambal sulam. Maka, sudah seharusnya kaum muslimin membuang sistem rusak demokrasi sekuler dengan sistem Islam yang agung. Semoga kaum muslimin makin paham dan sadar akan pentingnya dakwah rangka mengembalikan kehidupan Islam. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Views: 37