Judi Online Marak, Khilafah Islam Solusinya

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa Indonesia kini tengah menghadapi krisis besar terkait perjudian daring. Menurutnya, sirkulasi uang dari praktik ini pada tahun 2025 telah menembus angka fantastis, yakni Rp1.200 triliun—naik dari Rp981 triliun tahun sebelumnya. (www.viva.co.id, 27/04/2025)

Perkembangan Pesat dan Minim Pengawasan

‎Lonjakan data dan kasus perjudian online menjadi tamparan keras bagi masyarakat. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, segala aktivitas yang mendatangkan profit, termasuk judi, justru diberi ruang untuk tumbuh. Kurangnya pengawasan dari pemerintah atas nama “kebebasan pasar” menjadikan perjudian online makin tak terkendali.

‎Bukan diberantas, praktik ini malah difasilitasi lewat berbagai media digital dan iklan yang menjamur. Sementara itu, regulasi terhadap praktik ilegal ini justru longgar dan tak konsisten.

‎Lebih ironis, pelakunya justru menyusup ke lembaga negara. Pada November 2024, dua oknum pegawai Kemenkomdigi ditangkap karena terlibat dalam jaringan judi online. Mereka berperan sebagai penyedia dan pengelola situs sekaligus menampung dana ilegal.

‎Korban dari judi online berasal dari berbagai golongan, mulai dari pekerja kelas atas hingga masyarakat bawah. Pada akhir 2024, tercatat ada 8,8 juta pengguna aktif, termasuk 97 ribu anggota TNI/Polri, 1,9 juta pekerja swasta, bahkan 80 ribu anak-anak di bawah 10 tahun.

‎Kecanduan judi online disebabkan sensasi kemenangan yang memicu hormon endorfin. Namun sejatinya, kemenangan itu hanyalah strategi licik para penyedia platform agar pengguna terus menyetor uang. Pada akhirnya, pemain dijamin kalah dan dirugikan.

‎Ini menunjukkan bahwa masyarakat haus akan kebahagiaan. Lingkungan hidup yang sekuler membuat mereka kehilangan arah dalam mencari ketenangan, sehingga perjudian dianggap sebagai pelarian.

‎Klaim pemerintah soal penurunan transaksi tidak sejalan dengan fakta lapangan. Justru semakin banyak indikasi bahwa pemerintah gagal menangani masalah ini secara menyeluruh, apalagi dengan adanya aktor dalam institusi negara sendiri.

Ketimpangan dan Jalan Palsu Menuju Bahagia

‎Fakta bahwa mayoritas pelaku berasal dari kelas menengah ke bawah menunjukkan keterkaitan erat dengan ketimpangan ekonomi. Pemerintah tampak tak peduli pada kesejahteraan rakyat kecil. Kenaikan harga, gelombang PHK, dan membanjirnya produk impor justru memperparah penderitaan rakyat.

‎Sebaliknya, para elit ekonomi dan investor justru dimanjakan. Investasi didorong terus-menerus tanpa memperhatikan dampak sosial. Regulasi seperti Omnibus Law menunjukkan keberpihakan pada korporasi, bukan rakyat.

‎Ketika akses pada pendidikan dan pemahaman agama terabaikan, masyarakat memilih cara singkat untuk mencari “kebahagiaan” melalui perjudian. Namun sesungguhnya, ini hanya akan membawa pada penderitaan berkepanjangan.

‎Ketika dana habis, para penjudi beralih ke pinjol untuk menutup kekurangan. Akhirnya, mereka terjebak dalam siklus utang yang tak berujung. Masalah ini sistemik dan saling berkaitan, ditambah dengan pemanfaatan teknologi tanpa batas dalam sistem liberal.

‎Solusinya, masyarakat perlu memahami konsekuensi perjudian dari sudut pandang syariat Islam. Kehidupan yang selaras dengan aturan agama akan mengarahkan manusia pada pilihan yang benar dan membahagiakan secara hakiki.

‎Indonesia, Negeri Muslim yang Jadi Sarang Judi Digital

‎Menyedihkan, negeri dengan mayoritas penduduk muslim malah dikenal sebagai pusat aktivitas judi daring. Ini menunjukkan kerusakan sistem sekuler yang mengakar di Indonesia. Sekularisme, yang menjadi fondasi sistem demokrasi kapitalis, menciptakan tatanan sosial yang mengabaikan nilai-nilai agama.

‎Judi pun menjadi sumber konflik, kriminalitas, dan kehancuran sosial. Akibat berjudi, pelaku bisa berubah menjadi kriminal demi memenuhi hasrat untuk terus bermain. Ketika kalah dan kehabisan modal, mereka tak segan mencuri, merampok, bahkan membunuh.

‎Perjudian juga merusak tatanan rumah tangga. BPS mencatat angka perceraian karena judi online mencapai 1.947 kasus pada 2019. Angka ini sempat menurun, tetapi kembali meningkat pada 2023 menjadi 1.572 kasus.

‎Semua ini mengarah pada satu kesimpulan, yaitu hanya dengan kembali pada hukum Islam, kita bisa memutus mata rantai kemaksiatan berjudi. Islam menegaskan bahwa judi adalah haram dan hasilnya adalah harta yang najis secara syariat.

Solusi Islam dalam Naungan Khilafah

‎Bila ada yang mengatakan bahwa judi adalah sarana untuk bahagia, pertanyaannya, apakah kebahagiaan itu nyata atau semu? Bukankah yang tersisa justru penyesalan dan penderitaan?

‎Oleh karena itu, konsep kebahagiaan harus diluruskan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sebagai muslim, kita terikat pada hukum syariat, bukan pada hawa nafsu. Allah telah mengingatkan dalam Al-Maidah ayat 47, bahwa mereka yang tidak berhukum dengan hukum Allah adalah termasuk orang fasik.

‎Dalam ayat lainnya (QS Al-Maidah: 90-91), Allah menyebut judi sebagai perbuatan setan yang hanya membawa permusuhan dan menghalangi manusia dari ibadah. Oleh karenanya, kita harus menjauhinya agar memperoleh keberuntungan.

‎Umat Islam juga diperintahkan untuk tidak membiarkan kemaksiatan berkembang. Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bersama dalam masyarakat.

‎Pemberantasan judi digital membutuhkan sistem yang komprehensif, yakni sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh oleh negara, yaitu Khilafah. Di dalamnya, tidak ada toleransi bagi transaksi haram, termasuk perjudian dalam bentuk apa pun.

‎Khilafah akan memanfaatkan teknologi berbasis akidah Islam. Teknologi diarahkan untuk kemaslahatan, bukan menjadi alat perusak. Tanpa fondasi Islam, teknologi justru membinasakan.

‎Pendidikan dalam Khilafah akan dirancang untuk mencetak generasi berkepribadian Islam. Mereka tidak akan mudah tergoda oleh kesenangan sesaat yang membawa pada dosa.

‎Negara Islam juga memberi ruang bagi aktivitas ekonomi halal serta pengawasan ketat terhadap konten digital. Sanksi tegas akan diberikan bagi pelaku judi melalui sistem takzir, yang ditentukan berdasarkan kebijakan Khalifah untuk mencegah dan menebus pelanggaran.
Wallahu a’lam bishshawab.

 

 


Oleh: Ummu Aura
(Aktivis Muslimah Peduli Umat)

Views: 6

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA