Tinta Media – Premanisme adalah fenomena sosial yang meluas, bukan sekadar tindakan kriminal yang kerap melibatkan penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk keuntungan pribadi/kelompok. Hal ini menyebabkan keresahan di berbagai kalangan, termasuk pemerintah Indonesia. Seperti ungkapan Prasetyo Hadi selaku Menteri Sekretaris Negara terkait pembentukan Satgas Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan yang dikutip dari cncbindonesia.com (9/5/2025) yang menyatakan bahwa presiden, dalam hal ini adalah pemerintah, betul-betul resah.
Premanisme ini mengakibatkan rusaknya tatanan sosial dan ekonomi. Premanisme menciptakan ketakutan, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan merugikan masyarakat kecil melalui pungutan liar dan ancaman. Hal ini mengikis kepercayaan publik terhadap situasi sekitar di setiap harinya dan menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi siapa pun.
Adapun kerugian finansial akibat pungutan liar, tidak hanya menimpa individu atau usaha kecil, tetapi juga dapat menghambat investasi besar, karena investor akan ragu menanamkan modal di wilayah yang tidak stabil dan rawan praktik premanisme.
Premanisme telah menjadi isu lama yang tak kunjung tuntas. Namun, keberadaannya kini bukan lagi sebagai isu di gang sempit atau terminal. Mereka muncul dengan terang-terangan memakai atribut ormas dan menekan warga dengan dalih ‘pengamanan’, baik di pasar hingga perusahaan besar. Tak ada yang aman dari pungli berkedok perlindungan.
Kadang kala, mereka mengatasnamakan agama, kepercayaan, bahkan perayaan hari besar. Tentunya pungutan itu bersifat halus, tetapi sedikit memaksa, sering kali disertai ancaman terselubung jika tidak dipenuhi. Fenomena ini menunjukkan bahwa premanisme telah berevolusi, menjadi lebih terorganisir dan berani beroperasi di ruang publik yang lebih luas, memanfaatkan celah hukum dan kelemahan sistem pengawasan.
Adapun terkait relasi kuasa merupakan inti dari premanisme. Para pelaku membangun dominasi melalui intimidasi dan kekerasan, baik fisik maupun psikologis. Kekerasan ini berfungsi untuk memeras, menguasai, atau terlibat dalam konflik. Mereka membangun jaringan dan hierarki, menciptakan struktur informal yang sulit ditembus oleh aparat hukum. Kekuatan relasi ini sering kali didukung oleh koneksi dengan oknum tertentu atau ketakutan masyarakat untuk melaporkan.
Islam secara tegas melarang segala bentuk kekerasan dan penindasan yang tidak berdasarkan hak, serta menekankan keadilan, kedamaian, dan perlindungan hak individu. Ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. secara jelas mengecam pembunuhan dan kezaliman. Dalam banyak ajaran, Islam mengajarkan pentingnya menjaga ketertiban umum dan menolak segala bentuk perbuatan yang meresahkan masyarakat.
Relasi Kuasa dan Kekerasan Jadi Dua Sisi Mata Uang Premanisme
Premanisme mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya penegakan hukum, yang menciptakan ruang bagi individu/kelompok untuk mencari keuntungan ilegal. Hal ini juga merupakan manifestasi dari ketimpangan sosial dan ekonomi yang ekstrem, bertentangan dengan ajaran Islam tentang kesetaraan akses terhadap sumber daya.
Kurangnya lapangan pekerjaan yang layak dan akses terbatas terhadap pendidikan yang berkualitas mendorong sebagian individu terjerumus ke dalam praktik ilegal sebagai jalan pintas untuk bertahan hidup atau meraih kekayaan.
Sumber daya alam yang tidak menjadi akses kuasa hanya individu, melainkan sumber kekayaan negara untuk dapat diakses dan bermanfaat bagi rakyat. Ketika pengelolaan sumber daya ini terpusat pada segelintir kelompok atau individu, ketimpangan semakin parah, memicu frustrasi dan potensi konflik yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok preman.
Di samping itu, premanisme juga disebabkan oleh ketiadaan spiritualipreman, yaitu akhlak pada individu yang jauh dari nilai-nilai moral. Selain itu, lemahnya penegakan hukum dan kontrol sosial memberikan impunitas bagi pelaku. Padahal, sudut pandang Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang hukum yang mencegah dan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Ketika individu kehilangan pegangan moral dan tidak ada sanksi yang tegas, mereka cenderung berani melakukan tindakan yang merugikan orang lain tanpa rasa bersalah.
Adanya misinterpretasi konsep “kekuatan” dalam Islam juga berperan. Kekuatan yang diajarkan Islam adalah untuk kebaikan dan menegakkan keadilan, bukan untuk menindas. Kekuatan seharusnya digunakan untuk melindungi yang lemah, bukan untuk mengeksploitasi atau memeras.
Membangun Masyarakat Madani Berlandaskan Islam, Menjadi Solusi Hakiki
Menguatkan pendidikan agama dan karakter sejak dini untuk menanamkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial adalah hal yang sangat penting untuk membentuk individu yang berakhlak mulia dan memiliki kesadaran akan hak-hak orang lain. Pendidikan ini tidak hanya terbatas pada sekolah formal, tetapi juga melalui keluarga dan komunitas.
Mendorong kebijakan yang mengurangi ketimpangan ekonomi dan memastikan pemerataan akses sumber daya, sesuai dengan prinsip keadilan sosial dalam Islam akan mengurangi motivasi individu untuk terlibat dalam praktik ilegal. Namun sayangnya, hal ini tidak akan terwujud secara sempurna sebelum sistem Islam diterapkan dalam segala lini kehidupan. Kebijakan ini harus mencakup program pemberdayaan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan akses pendidikan yang merata untuk semua lapisan masyarakat.
Membangun masyarakat yang adil dan damai melalui penegakan hukum yang tegas, adil, dan tanpa pandang bulu dilakukan untuk menghilangkan impunitas (kebal hukum) pelaku premanisme. Hukum Islam dapat menjadi landasan kuat untuk pencegahan dan efek jera. Penegakan hukum yang konsisten dan transparan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dan mengurangi ruang gerak bagi para preman.
Selain itu, dapat juga memberikan kesempatan reintegrasi sosial bagi mantan pelaku melalui program rehabilitasi dan pembinaan berbasis nilai-nilai agama. Program ini harus mencakup pelatihan keterampilan, bimbingan moral, dan dukungan psikologis agar mereka dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif dan tidak kembali ke jalur kejahatan. Tentu saja hal ini butuh peran negara untuk menjalankan dan hanya negara Islam yang mampu untuk mewujudkan kondisi yang aman, adil, dan sejahtera. Wallahu’alam bishawwab.
Oleh: Siti Maisyah, S. Pd
Pegiat Literasi
Views: 11