Penambangan Nikel di Raja Ampat Harus Sesuai Syariat

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya memicu pro dan kontra dari masyarakat. Selain mencemari lingkungan, kita tahu bahwa aktivitas penambangan juga berpotensi  melanggar ketentuan pidana, seperti tindak pidana korupsi.

Menurut Herdiansyah Hamzah, Peneliti Pusat Studi Anti korupsi, mengatakan kepulauan Raja  Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi oleh Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pasal 35 (K) menjelaskan larangan penambangan mineral di pulau-pulau lecil yang akan mengakibatkan kerusakan ekosistem, mencemari lingkungan, dan merugikan masyarakat di sekitarnya. Pasal 73 ayat 1 (F) mengatur soal sanksi pidana dengan ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun (metrotvnews.com).

Lebih mencengangkan lagi, penambangan dilakukan oleh PT GAG Nikel di pulau Gag yang luas daratannya sekitar 6.035,53 hektar dan ada 1.000 penduduk. Izin kontraknya terbit tahun 2017 dan mulai beroperasi pada tahun 2018 setelah mengantongi Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). PT Gag ini sejak beroperasi dari tahun 2018 samapi 2024 sudah membuka lahan 20% dari total luas pulau tersebut (bbc.com).

Tidak mengherankan jika ada berita seperti ini. Kita sudah paham bahwa manusia tak akan ada puasnya, sudah kaya, tetapi makin ingin memperkaya diri lagi dan lagi. Sebagaimana diketahui bahwa kawasan tambang tersebut adalah salah satu surga terakhir di bumi. Mirisnya, kawasan ini malah dirusak hanya untuk keuntungan semata, tanpa memperhatikan dampak kerusakan yang akan ditimbulkan. Maka, bukan hal yang baru jika negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalis ini akan memberikan kebebasan ke para penguasa membuat aturan demi menguntungkan mereka dan golongannya, tanpa memperhatikan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat atau generasi setelahnya.

Penambangan di kawasan Raja Ampat jelas akan membuat kerusakan yang sangat seknifikan bagi ekosistem darat maupun laut, juga berdampak pada penurunan para wisatawan yang ingin berkunjung. Sekali lagi, yang dirugikan adalah masyarakat sekitar yang tinggal di wilayah tambang. Kerusakan ekosistem laut dan darat akan mengurangi penghasilan pemenuhan kebutuhan. Sementara, penurunan pariwisata jelas akan memengaruhi ekonomi rakyat menengah ke bawah yang menggantungkan nasib dari para turis. Bukankah hal ini makin membuka mata kita bahwa sejatinya sistem kapitalisme hanya akan menghancurkan kehidupan?

Keuntungan yang akan diraup dari pertambangan nikel bukanlah kecil, pasti sesuatu yang menggiurkan. Padahal, hal tersebut merusak ekosistem dan juga mampu merusak reputasi bangsa, karena kehilangan asetnya. Dalam sistem kapitalisme, peraturan hanya diperuntukkan kaum yang lemah. Ketika para penguasa yang bertindak, mereka akan memiliki celah untuk melanggar peraturan yang mereka buat sendiri, demi kepentingan elit global. Apalagi, asas perbuatannya adalah manfaat.

Allah adalah Sang Pencipta segala apa yang ada di dunia ini. Tentunya, Yang Menciptakan adalah Yang Maha Mengetahui apa yang diciptakan-Nya. Allah membuat aturan untuk manusia agar berada di jalan yang seharusnya sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Aturan Allah merupakan aturan yang terbaik untuk manusia. Maka, semua hal telah Allah atur, baik urusan manusia dengan Sang Khalik, dengan dirinya sendiri, ataupun dengan manusia lainnya. Bukan sebatas itu saja, Allah juga memiliki peraturan tentang kepemilikan, karena tanpa aturan manusia akan haus akan kekuasaan dan juga harta.

Namun, semua aturan itu tidak akan berjalan tanpa danya sebuah wadah yang bernama daulah Islam, yaitu Khilafah.

Dalam sistem Khilafah, akan diatur kepemilikan umum, bahwa air, padang rumput (hutan),  dan api (minyak, gas, batu bara, nikel, dll.) adalah milik umat dan akan kembali kepada umat.

Maka, untuk mengurusi pertambangan, Khilafah akan mengelolanya sehingga keuntungan akan kembali kepada daulah. Bukan hanya keuntungan, tetapi dampak akibat pengelolaan pun akan diselidiki terlebih dahulu, agar tidak ada makhluk yang dirugikan akibat pengelolaan tambang. Air, api dan padang rumput tidak boleh diprivatisasi, apalagi dikuasai asing. Dengan demikian, akan tercipta Islam rahmatan lil a’lamin sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, serta dilanjutkan dengan khalifah yang lainnya.

 

Oleh: Melda Utari, SE,

Sahabat Tinta Media

Views: 5

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA