Tinta Media – Kualitas generasi makin kesini makin ngeri, miris dan
was-was. Kehidupan remaja saat ini begitu dekat dengan tindak kriminal.
Pastinya usia muda yang semestinya menjadi usia cemerlang
dalam karakter akhlak prestasi dan kebaikan, kondisinya justru sangat
kontradiktif dengan fakta hari ini. Seperti dengan adanya beberapa waktu lalu
diberitakan seorang pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara
Sabtu (17/02/2024) menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 10 orang.
Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk. Ada lagi kejadian Perang Sarung, Sabtu 16
Maret 2024. Lokasi pertama terjadi di jalan Gandaria Kelurahan Kacang Pedang
Pangkal Pinang.
Pemuda adalah generasi penerus peradaban. Sebagai aset
pemuda wajib di jaga, di lindungi dan di bina. Memiliki pola pikir dan
pola perilaku yang benar.
Sayangnya generasi saat ini mengalami kerusakan yang
begitu parah hingga banyak menjadi pelaku ragam kejahatan. Rusaknya generasi
tidak bisa di lepaskan dari peran pendidikan sebagai mana yang dirasakan
bersama bahwa kurikulum pendidikan saat ini berasas pada sekularisme (akidah
yang memisahkan agama dari kehidupan).
Fitrah manusia terikat dengan aturan Sang Pencipta. Ketika
di pisahkan dari kehidupan niscaya menghasilkan kekacauan yang luar biasa
hebat. Pendidikan saat ini telah terbukti gagal mencetak generasi yang
berkualitas. Generasi hanya dididik pandai dan cerdas dalam ilmu alat namun
minim dalam keimanan dan akhlak. Maka lahirlah generasi yang memiliki moral
yang bejat meski masih duduk di bangku SMP atau SMA. Mereka menjadi
pribadi kriminal seperti pemerkosaan atau pun pelaku tawuran.
Semua terjadi karena tidak ada rasa takut terhadap dosa dan
perbuatan yang dilarang oleh Allah dan lingkungan mempengaruhi kualitas
pembentukan kepribadian generasi. Perilaku individualis dan
liberalis menjadi sarana bagi generasi untuk berbuat kemaksiatan, sebab
tidak ada nasehat antara sesama dan pembinaan atas nama kebebasan
perilaku.
Tayangan konten kekerasan dan seksual menjadi bahan konsumsi
sehari-hari maka wajar menjadi pemuda perusak dan gemar melakukan
kerusakan.
Berbeda ketika di atur dengan sistem Islam yang di tetap kan
secara praktis oleh negara Islam. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk
tidak memisahkan aturan Allah dari kehidupan. Mewajibkan agar semua hal
dikaitkan dengan aturan Allah. Mewujudkan generasi membutuhkan
sistem yang mendukung. Tanpa sistem ini segala upaya yang dilakukan akan
menghambat lahirnya generasi berkualitas. Oleh karenanya menyelamatkan
dan melindungi generasi dari kerusakan hanya bisa di lakukan dengan penerapan
sistem Islam secara menyeluruh.
Negara Islam adalah sebagai instansi yang menerapkan hukum
Allah. Islam memandang generasi sebagai sebuah aset peradaban. Islam
memerintahkan negara berperan untuk menjaga, mendidik dan membentuk
generasi berkualitas.
Negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berasas
aqidah Islam. Bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian
Islam. Menuntun generasi memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan
syariat Islam. Standar mereka bukan lagi kepuasan namun ridho Allah,
ikhlas dan bersabar mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi
apa yang di larang Allah. Dan berupaya terus menerus berlomba dalam amal
shalih bersemangat meninggalkan kemaksiatan.
Islam menentukan metode pengajaran
talqiyan fikriyan. Metode ini menjadikan semua ilmu yang diajarkan pada
anak didik di arahkan untuk membangun pemahamannya tentang kehidupan sekaligus
menjadi landasan sikap dan perilaku. Selain itu semua ilmu diajarkan dan
diarahkan untuk mencerdaskan akal dan meningkatkan taraf berpikir. Sehingga
kaum Muslimin mampu menyelesaikan masalah kehidupan. Islam melarang semua
tayangan yang merusak seperti konten porno, kekerasan dan sejenisnya.
Konten yang boleh dikonsumsi seputar edukasi syariat Islam, berita
sehari-hari, perkembangan sains dan teknologi. Wallahu a’lam bish shawwab.
Oleh: Ummu Nifa (Sahabat Tinta Media)
Views: 0