Tinta Media – Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) mengungkap, harus segera dilakukan langkah strategi menuju kedaulatan digital Indonesia.
“Strategi menuju kedaulatan digital Indonesia tidak boleh pasif dalam menghadapi kolonialisme data. Beberapa langkah berikut harus segera dilakukan,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/8/2025).
Menurutnya, hal pertama yang harus segera dilakukan adalah membangun platform digital mandiri, dengan investasi negara dan dukungan dunia kampus serta pesantren.
Kemudian, lanjutnya, perlu mewajibkan penyimpanan data strategis di dalam negeri. “Termasuk data biometrik, kesehatan, dan transaksi keuangan,” tukasnya.
Ia melanjutkan bahwa diperlukan juga mendorong cloud nasional berdaulat. “Tidak sekadar menjadi reseller Google atau Amazon,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa mengadakan negosiasi perjanjian data lintas batas hanya dengan negara yang memiliki standar perlindungan setara.
Ia menegaskan perlunya mendidik generasi muda muslim dan bangsa Indonesia untuk tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pembuatnya. “Salah satu bagian Data Center milik Telkom-Sigma,” terangnya.
“Kedaulatan data tidak akan pernah nyata jika kita terus bergantung pada teknologi buatan luar,” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa di balik setiap aplikasi asing yang digunakan, ada rantai pasokan algoritma, enkripsi, pusat data, hingga kebijakan negara asal yang tidak bisa dikendalikan. “Oleh karena itu, kedaulatan teknologi adalah prasyarat mutlak bagi kedaulatan data,” imbuhnya.
Ia mengingatkan bahwa saatnya Indonesia, dan khususnya umat Islam, bangkit membangun ekosistem digital yang mandiri, aman, dan sesuai dengan syariat Islam dan nilai-nilai kebangsaan, “Bukan sekadar untuk bersaing, tetapi untuk melindungi diri dan masa depan kita sendiri,” bebernya.
“Umat Islam seharusnya lebih mampu. Jika Tiongkok, dengan semangat kebangsaan yang bersifat sekuler, bisa membangun teknologi sendiri, umat Islam semestinya lebih terdorong lagi, karena memiliki kekuatan motivasional yang bukan hanya etis, tapi juga spiritual,” ungkapnya.
“Islam memandang ilmu dan kedaulatan bukan semata persoalan duniawi, tetapi bagian dari amanah besar manusia sebagai khalifah,” tandasnya.
Ia mengatakan bahwa apabila infrastruktur digital kita terus berada di tangan asing, maka ketergantungan kita bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga kerentanan dalam identitas, budaya, bahkan keamanan nasional. “Inilah tantangan kedaulatan baru yakni kedaulatan data,” ujarnya.
Di era digital ini, katanya, data telah menjadi ‘minyak baru’ dunia. “Tapi berbeda dengan sumber daya alam konvensional yang bisa dikelola secara fisik dan teritorial, data pribadi bersifat tidak kasat mata dan dapat dengan mudah keluar dari yurisdiksi negara, bahkan tanpa disadari pemiliknya,” pungkasnya.[] Ajira
Views: 8